Pelawak Dono: Pemeran laki-laki asal Indonesia

Drs.

Lahir di Delanggu, Klaten, karier Dono mulai dirintis saat masih kuliah di Universitas Indonesia dengan menjadi karikaturis dan aktivis. Ia kemudian dipilih menjadi asisten dosen oleh guru besar sosiologi UI Selo Soemardjan dan mulai mengajar sejumlah kuliah umum dan kuliah kelompok bersama Paulus Wirutomo.

Dono
Pelawak Dono: Kehidupan pribadi, Karier, Akhir hayat
Dono di awal dekade 1990-an.
LahirWahjoe Sardono
(1951-09-30)30 September 1951
Delanggu, Klaten, Jawa Tengah
Meninggal30 Desember 2001(2001-12-30) (umur 50)
Jakarta Pusat, DKI Jakarta
Sebab meninggalKanker paru-paru
Tempat pemakamanTaman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
KebangsaanIndonesia
AlmamaterUniversitas Indonesia
Pekerjaan
Tahun aktif1975–2001
Dikenal atasAnggota Warkop DKI
Suami/istri
Dra. Hj. Titi Kusumawardhani
(m. 1977; meninggal 1999)
Anak3

Setelah lulus kuliah, Dono mulai membangun popularitas bersama kelompok Warkop yang kemudian membintangi 34 judul film bertema komedi selama kurun waktu 1980 sampai 1995 yang kemudian dilanjutkan melalui program serial televisi pada tahun 1996 sampai 2000. Selain itu, ia juga aktif menulis beberapa artikel bertema sosial kemasyarakatan di media massa sampai akhir hayatnya. Dono meninggal dunia pada akhir tahun 2001 akibat penyakit kanker paru-paru.

Kehidupan pribadi

Dono dilahirkan dengan nama lengkap Wahjoe Sardono (ejaan yang disempurnakan: Wahyu Sardono) di Delanggu, Klaten, Jawa Tengah. Menurut penuturan Dono rincian arti dari namanya adalah: "Wahyu" artinya rahmat Tuhan, "Sar" bermakna lahir di bulan Jawa Besar (bertepatan dengan bulan Zulhijah dalam kalender Islam), sementara "Dono" berarti pemberian. Jadi secara harfiah arti namanya adalah rahmat Tuhan sebagai pemberian yang paling besar. Ayah Dono berprofesi sebagai seorang tentara, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga. Dono adalah anak laki-laki satu-satunya dari empat bersaudara.

Dono bersekolah di SD Negeri 1 Kebon Dalem dilanjutkan ke SMP Negeri 2 Klaten. Saat masih kecil, Dono mengaku bahwa ia sering berantem karena diajak gagah-gagahan oleh teman-temannya. Tetapi ia sendiri justru lebih banyak bertahan dan menangkis daripada memukul. Ia juga pernah terbawa hanyut di sebuah kali saat akan pulang ke rumah selepas menonton acara wayang kulit semalam suntuk. Memasuki masa SMA ia bersekolah di SMA Negeri 3 Surakarta. Pada saat inilah ia harus berjuang dengan naik sepeda puluhan kilometer pulang pergi dari Klaten ke Solo/Surakarta setiap hari untuk bisa bersekolah. Saat duduk di bangku SMA, bakat kepemimpinan Dono sudah terlihat saat ia dipercaya untuk menjadi ketua OSIS. Dono sempat bercita-cita menjadi seorang dokter tetapi karena kurang berusaha keras maka ia terpaksa masuk IPS saat penjurusan di SMA. Setelah penjurusan ini, Dono kemudian mengubah cita-citanya menjadi seorang wartawan dan pada saat itu ia juga sudah mulai rajin menggambar kartun dan karikatur serta menulis puisi untuk dicoba dimuat di surat kabar.

Dono bertemu dengan calon istrinya, Titi Kusumawardhani, saat masa perploncoan di Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UI. Jauh sebelum saat Dono duduk di bangku SMP keluarganya pernah bermain jailangkung dan menanyakan siapa jodoh Dono. Permainan boneka mistis tersebut menyebutkan nama jodoh dono Titi Kusumawardhani dari Madiun. Dan ternyata saat masa dewasa Dono juga menemukan kekasih hatinya persis seperti yang dikatakan jailangkung tersebut. Dono dan Titi kemudian menikah pada tahun 1977 dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Andika Aria Sena, Damar Canggih Wicaksono dan Satrio Sarwo Trengginas. Titi meninggal dunia pada tahun 1999 karena penyakit kanker payudara.

Karier

Karier awal

Dono berkuliah di Universitas Indonesia, Jakarta jurusan sosiologi. Ia masuk pada tahun 1971. Adik Dono yang kemudian menjadi staf pengajar di Fakultas Ekonomi UI, Rani Toersilaningsih, menuturkan bahwa kakaknya memilih jurusan sosiologi karena memang suka mengamati orang, lingkungan dan sebagainya yang kemudian ia tuangkan dalam bentuk tulisan ataupun gambar karikatur. Ayah Dono sebenarnya lebih ingin melihatnya masuk ke jurusan politik tetapi Dono menolak. Meski demikian sang ayah akhirnya tetap mendukung pilihan anaknya tersebut dengan syarat harus konsisten dan berprestasi. Dono kemudian berteman dekat dengan Paulus Wirutomo. Kedua sahabat ini kelak dipercaya oleh Selo Soemardjan untuk menjadi asistennya. Dono dan Paulus kemudian mendirikan majalah mahasiswa independen yang tidak terikat dengan birokrasi kampus. Dananya dari dompet mereka masing-masing tetapi keduanya tidak bergabung dalam satu majalah yang sama.

Saat menjadi mahasiswa Dono sudah aktif bekerja di beberapa surat kabar, antara lain di Tribun dan Salemba, terutama sebagai karikaturis. Kedua media cetak itu berhenti terbit pada tahun 1974. Kemudian Dono diajak bergabung dengan kelompok lawak Warung Kopi yang didirikan setahun sebelumnya. Dono bersama Kasino, Indro, Nanu Moeljono dan Rudy Badil kemudian dikontrak untuk mengisi siaran bergaya obrolan warung kopi di radio swasta Prambors.

Di sela-sela kegiatan kuliahnya, Dono merupakan anggota Kelompok Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) bersama Kasino dan Nanu. Oleh karena itu, film-film Warkop DKI banyak memperlihatkan aktivitas mereka sebagai pecinta alam.

Menjadi asisten Selo Soemardjan

Memasuki tahun kelima jadi mahasiswa, Dono diangkat sebagai asisten dosen Prof. Selo Soemardjan, guru besar sosiologi UI. Ia kembali berduet dengan Paulus Wirutomo yang sudah lebih dulu diangkat sebagai asisten. Dono dan Paulus kemudian berbagi tugas mengajar sejumlah kuliah umum dan kuliah kelompok. Kuliah umum biasanya untuk mahasiswa baru. Berisi konsep-konsep dasar sosiologi, mata kuliah ini langsung diberikan oleh Prof. Selo. Sedangkan untuk kuliah kelompok, asisten dosen yang menangani. Saat Prof.Selo berhalangan hadir dalam kuliah umum maka asistennya akan menggantikan. Prof. Selo tak sembarang memberikan kesempatan mengajar kepada mahasiswanya. Hal ini menjadi bukti bahwa Dono (dan juga Paulus) merupakan salah satu sosok mahasiswa yang cerdas dalam menekuni ilmu sosiologi.

Semasa menjadi dosen, Dono dikenal sebagai sosok yang tegas dan disiplin. Tercatat Nanu Moeljono dan Rudy Badil pernah menjadi mahasiswa yang diajar oleh Dono dan secara kebetulan juga keduanya tidak lulus dalam kelas yang diajarkan Dono terutama Nanu yang menurut catatan Dono sering absen tidak masuk kelas.

Kegiatan aktivisme

Dalam pergerakan mahasiswa, Dono termasuk salah satu orang yang sangat kritis. Pada Januari 1974 ia pernah turun ke jalan dalam aksi demonstrasi yang kemudian dikenal dengan istilah Peristiwa Malari. Dalam aksi demontrasi tersebut, Dono beserta mahasiswa lain menolak dominasi ekonomi Jepang di Indonesia. Aksi tersebut berakhir dengan ditangkapnya sejumlah mahasiswa UI oleh pihak keamanan Orde Baru, salah satunya Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) UI Hariman Siregar. Selain itu, akibat keberanian Dono menggambar beberapa karikatur yang kemudian dinilai sensitif karena menyinggung pemerintah, rumah orang tuanya di Delanggu sempat didatangi tim intel dan kepolisian. Dengan santai ayah Dono menanggapinya bahwa apa yang coba dikatakan Dono adalah sebuah kebenaran dan sama sekali tidak ada maksud untuk melakukan makar kepada pemerintah.

Pada tahun 1998, Dono kembali turun bersama para mahasiswa. Kali ini ia dengan berani menghadang aparat keamanan yang mencoba masuk ke Universitas Katolik Atmajaya. Saat itu, Dono tak gentar berhadapan dengan para tentara dengan hanya menggunakan selang hidran demi menyelematkan ribuan mahasiswa yang lari tunggang langgang masuk ke dalam kampus. Menurut mantan wartawan senior Kompas Budiarto Shambazy, Dono memiliki peran yang patut dikenang dalam demonstrasi Mei 1998 yang kemudian berujung pada mundurnya Presiden Soeharto. Diketahui Dono ikut menyiapkan kerangka acuan untuk seminar-seminar, mengatur kunjungan ke DPR, hingga menyiasati demo-demo mahasiswa.

Kesuksesan bersama Warkop

Aktivitas Dono di beberapa tempat membuat skripsinya terbengkalai beberapa lama. Ia membuat skripsi tentang sejauh mana pemerataan pendidikan mewujud di kampung halamanya di Delanggu. Skripsi berjudul Hubungan Status Sosial Ekonomi Keluarga dengan Prestasi Murid di Sekolah: Studi Kasus SMP Negeri Desa Delanggu berhasil dipertahankan olehnya pada 1978. Tak lama setelah di wisuda, ia mulai meninggalkan pekerjaannya sebagai dosen untuk fokus di dunia hiburan bersama grup Warkop. Pada waktu ini, Dono pun mendapat tawaran beasiswa pascasarjana ke Amerika Serikat, tetapi tidak ia ambil dan memilih untuk melanjutkan pendidikan magisternya di Universitas Indonesia. Di sela-sela kesibukannya bersama Warkop, Dono masih menyempatkan diri untuk tampil sebagai dosen tamu dalam beberapa kuliah umum. Setelah lulus di program magister, Dono kembali mendapat tawaran beasiswa untuk program doktor ke Amerika tetapi lagi-lagi ditolak karena ia tidak ingin membuat formasi grup Warkop pincang sehubungan dengan ketiadaan dirinya yang harus kuliah di luar negeri.

Film perdana grup Warkop adalah Mana Tahaaan... yang dirilis pada tahun 1979. Dalam film ini hanya empat dari lima anggota Warkop yang ikut dikarenakan Rudy Badil memilih mundur karena selalu merasa demam panggung. Film ini cukup sukses tetapi tidak lama setelahnya Nanu memilih mengundurkan diri dan kemudian meninggal dunia pada tahun 1983. Dari kurun waktu tahun 1979 sampai dengan tahun 1994, Warkop Prambors, yang kemudian berganti nama menjadi Warkop DKI, sudah membintangi 34 film komedi dan satu film dokudrama.

Selepas film Pencet Sana Pencet Sini yang dirilis pada 1994, Dono bersama Kasino dan Indro sepakat untuk tidak lagi berperan dalam film karena di saat bersamaan bisnis perfilman di Indonesia juga sedang lesu akibat banyaknya film bertemakan dewasa dan serbuan film-film impor dari Hollywood, Bollywood dan Hong Kong. Produksi Warkop pun kemudian dilanjutkan di televisi melalui serial Warkop DKI yang masih tetap diproduksi oleh Soraya Intercine Films. Dono bemain dalam serial ini sampai akhir hayatnya pada tahun 2001.

Menjadi penulis novel

Pelawak Dono: Kehidupan pribadi, Karier, Akhir hayat 
Dono pada tahun 1988.

Dono juga seorang novelis. Sampai kematiannya pada tahun 2001, ia telah menulis lima novel dengan empat di antaranya mengambil jalan cerita perjalanan seorang mahasiswa. Novel pertamanya adalah Balada Paijo yang terbit pada tahun 1987. Pada tahun 2001, Dono menulis novel terakhirnya yang berjudul Senggol Kiri Senggol Kanan. Namun, karena satu alasan, novel terakhir Dono terbit pada 2009 atau delapan tahun setelah Dono meninggal. Dalam buku ini Dono meninggalkan tema kehidupan mahasiswa dan mengambil tema permasalahan rumah tangga seorang karyawan.

Kelima judul novel yang ditulis Dono adalah sebagai berikut:

  • Balada Paijo (1987)
  • Cemara-Cemara Kampus (1988)
  • Bila Satpam Bercinta (1999)
  • Dua Batang Ilalang (1999)
  • Senggol Kiri Senggol Kanan (2009)

Dono sebagai "Dono" dalam film

Pada awalnya Dono memerankan karakter Slamet yang merupakan penggambaran seorang lelaki Jawa yang lugu. Karakter Slamet ini ia perankan dalam acara siaran Radio Prambors. Saat pertama menjadi aktor film, Dono tetap memerankan karakter ini dalam tiga film awal yaitu Mana Tahaaan..., Gengsi Dong dan GeEr - Gede Rasa. Dalam Gengsi Dong diketahui bahwa nama panjang dari Slamet adalah Raden Mas Ngabei Slamet Condrowirawatikto Edi Pranoto Joyosentiko Mangundirjo Kusumo yang berasal dari keluarga pedagang tembakau kaya didesanya. Sementara dalam GeEr - Gede Rasa diceritakan bahwa Slamet sedang mencari pekerjaan di Jakarta dan pantang pulang ke kampung halaman sebelum benar-benar bisa sukses di kota.

Setelah produksi film Warkop diambil alih oleh Parkit Film dan kemudian oleh Soraya Intercine Films, barulah Dono memerankan karakter "Dono" yang digambarkan selalu mengalami nasib sial dalam kehidupan sehari-hari tetapi selalu mujur dalam hal urusan menarik pesona wanita cantik. Ia juga mendapat julukan "Si Bemo" karena tampang wajahnya yang mirip bemo. Dono sendiri sempat berujar dalam sebuah wawancara di tahun 1995 bahwa "jika karakternya mengalami sial yang berlebihan mungkin tidak akan ada yang nonton film saya, karena itulah saya selalu dipasangkan dengan aktris-aktris cantik".

Akhir hayat

Dono meninggal dunia pada 30 Desember 2001 di Rumah Sakit St. Carolus akibat penyakit tumor di bagian bokong dan sudah menjalar menjadi kanker paru-paru stadium akhir dan menyerang lever. Jenazah Dono dimakamkan di TPU Tanah Kusir Jakarta keesokan harinya.

Filmografi

Film

Sebagai pemeran

Sebagai produser

Tahun Judul Catatan Ref.
1991 Peluk Daku dan Lepaskan Juga menjadi penulis cerita dengan memakai nama pena Ario Damar

Serial televisi

Tahun Judul Peran
1996–1997 Warkop DKI Dono
1999–2000 Warkop Millenium Dono

Dalam budaya populer

Referensi

Pranala luar

Tags:

Pelawak Dono Kehidupan pribadiPelawak Dono KarierPelawak Dono Akhir hayatPelawak Dono FilmografiPelawak Dono Dalam budaya populerPelawak Dono ReferensiPelawak Dono Pranala luarPelawak Dono

🔥 Trending searches on Wiki Bahasa Indonesia:

SokotraAngklungKalender HijriahMohammad HattaJoko WidodoReza RahadianBasmalahKejuaraan Eropa UEFAStoikismeGerakan Non-BlokIrish BellaSaiyo SakatoIOSAbdul Qadir al-JailaniKanadaDesentralisasiKi Hadjar DewantaraMuhammad Rizieq ShihabIqroMatahariSaid AbdullahMinggu PalmaLyodra GintingSunan Gunung JatiSulawesi SelatanMahalini RaharjaInternetTerjemahanChatGPTFestival QingmingIndonesia's Next Top Model (musim 1)ZeusAgama HinduWikipediaTulus (penyanyi)Zona waktu IndonesiaKeramat (film)Sepuluh Perintah AllahBrunei DarussalamDaftar presiden Amerika SerikatPernikahan dalam IslamAdhi MakayasaCha Eun-wooNeymarDiponegoroErling HaalandNaruto UzumakiLiga 1 (Indonesia)SoedirmanIndonesian Idol (musim 10)Sistem 24-jamBenny K. HarmanOnadio LeonardoSara WijayantoJupiterShahnaz HaqueRenatta MoeloekSoekarnoAdinia WirastiWaktu Indonesia TimurNagita SlavinaChristine HakimPembantaian Banyuwangi 1998Liga MXPerang Dunia IB. J. HabibieCinta LauraWali SangaDono (pelawak)Salat WitirPlanetRizky NazarGanjar PranowoBambang SoesatyoTikTokKazakhstanHindia BelandaPerang DinginBurundi🡆 More