Ulèëbalang ( Melayu: hulubalang) adalah kepala pemerintah dalam kesultanan Aceh yang memimpin sebuah daerah atau sagoë, yaitu wilayah setingkat kabupaten dalam struktur pemerintahan Indonesia sekarang.
Pemegang jabatan Ulèëbalang digelari dengan gelar Teuku untuk laki-laki atau Cut untuk perempuan.
Uleebalang, ditetapkan oleh adat secara turun-temurun. Mereka menerima kekuasaan langsung dari Sultan Aceh. Uleebalang ini merupakan penguasa nanggroë atau raja-raja kecil yang sangat berkuasa di daerah mereka masing-masing. Sewaktu mereka memangku jabatan sebagai Ulèëbalang di daerahnya, mereka harus disahkan pengangkatannya oleh Sultan Aceh. Surat Pengangkatan ini dinamakan Sarakata yang dibubuhi stempel Kerajaan Aceh Cap Sikureung.
Tugas Ulèëbalang adalah:
Namun mereka masih tetap sebagai pemimpin yang merdeka dan bebas melakukan apa saja terhadap rakyat yang berada di wilayahnya. Misalnya dalam hal pengadilan atau melaksanakan hukuman.
Ketika kewibawaan Kesultanan Aceh masih kuat, Sultan memiliki hak istimewa atas wilayah Nanggroë. Hak-hak ini hanya dimiliki oleh Sultan, sedangkan Ulèëbalang tidak.
Misalnya hak untuk menghukum seseorang yang bersalah, hak untuk mengeluarkan mata uang, hak untuk membunyikan meriam pada waktu matahari terbenam, dan hak untuk mendapat panggilan dengan sebutan Daulat.
Hak-hak ini sebenarnya dimaksudkan untuk mencegah Ulèëbalang melakukan kesewenang-wenangan, terutama yang berhubungan dengan pemberian hukuman terhadap seorang yang bersalah.
Namun ketika kewibawaan Sultan sudah melemah, terutama pada abad ke-XIX dan awal abad XX (sesudah kesultanan Aceh tidak ada lagi). Yang menetapkan hukuman terhadap seseorang yang bersalah di Nanggroë-nanggroë adalah para Ulèëbalang.
Dalam memimpin pemerintahan Nanggroë, Ulèëbalang dibantu oleh:
Nanggroë-nanggroë tersebut di atas, pada umumnya berlokasi di pantai bagian timur dan pantai bagian barat Aceh. Di bawahnya terdapat pula sejumlah mukim yang terdiri atas beberapa buah gampong atau yang disebut pula dengan istilah meunasah. Tetapi tidak semua nanggroë mengenal lembaga mukim. Di wilayah pantai timur dan di pantai barat, tidak terdapat apa yang disebut mukim.
Di Aceh Besar, sebagai pusat pemerintahan Sultan, terdapat federasi mukim-mukim yang sangat berkuasa. Yaitu
Di daerah "Keureuto" yaitu di bagian pantai Timur dan sebagian wilayah Kabupaten Aceh Utara sekarang, terdapat apa yang disebut dengan istilah Ulèëbalang Cut (Ulèëbalang Kecil). Ulèëbalang Lapan (Ulèëbalang Delapan), dan Ulèëbalang Peut (Ulèëbalang Empat). Namun kedudukan dari bermacam jenis Ulèëbalang ini, berada di bawah Ulèëbalang Chik.
Di sini berdiri sebuah federasi yang terdiri dari 8 nanggroë. Setiap nanggroe dipimpin oleh seorang Ulèëbalang Cut. Federasi ini dinamakan dengan Ulèëbalang Lapan. Federasi Keureuto dipimpin oleh seorang ulèëbalang bergelar Teuku Chik. Salah satunya yang terkenal adalah Teuku Chik Ditunong, suami dari Cut Mutia.
Di dalam Keureuto terdapat juga empat daerah yang disebut Ulèëbalang Peut, diperintah oleh Dewan Tuha Peut. Wewenang Tuha Peut ialah hal-hal yang berkaitan dengan pengadilan, Teuku Chik tidak dapat memutuskan suatu perkara tanpa adanya persetujuan Tuha Peut.
Setiap daerah yang termasuk dari daerah Ulèëbalang Peut dipimpin oleh seorang Ben yang bergelar Teuku Ben. Cut Mutia adalah anak dari Teuku Ben Daud, pemimpin daerah Ulèëbalang Peut Pirak
This article uses material from the Wikipedia Bahasa Indonesia article Ulèëbalang, which is released under the Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0 license ("CC BY-SA 3.0"); additional terms may apply (view authors). Konten tersedia di bawah CC BY-SA 4.0 kecuali dinyatakan lain. Images, videos and audio are available under their respective licenses.
®Wikipedia is a registered trademark of the Wiki Foundation, Inc. Wiki Bahasa Indonesia (DUHOCTRUNGQUOC.VN) is an independent company and has no affiliation with Wiki Foundation.