Surat Kabar Kompas: Surat kabar Indonesia

Harian Kompas adalah surat kabar nasional Indonesia dari Jakarta yang terbit sejak 28 Juni 1965.

Surat kabar ini diterbitkan oleh PT Kompas Media Nusantara yang merupakan bagian dari Kompas Gramedia. Kantor pusatnya terletak di Menara Kompas Lt. 5, Jl. Palmerah Selatan No. 21, Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Slogan surat kabar ini adalah Amanat Hati Nurani Rakyat.

Kompas
Amanat Hati Nurani Rakyat
Kompas
Surat Kabar Kompas: Sejarah, Galeri Kompas Digital, Konten
Atas : Logo harian Kompas sejak tanggal 28 Juni 2000, warna biru pada logo digunakan sejak tanggal 28 Juni 2005
Bawah : Halaman depan Kompas edisi 5 Agustus 2010 yang memuat pengumuman penghargaan Kompas dari WAN-IFRA.
TipeSurat kabar harian nasional
FormatLembar lebar
PemilikYayasan Bentara Rakyat (1964-1990-an)
Kompas Gramedia (1990-an-11 November 2018)
KG Media (23 November 2018-sekarang)
PendiriP.K. Ojong
Jakob Oetama
PenerbitYayasan Bentara Rakyat (1964-1990-an)
PT Kompas Media Nusantara (1990-an-sekarang)
Pemimpin redaksiSutta Dharmasaputra
Diterbitkan1964 (sebagai "Bentara Rakyat")
28 Juni 1965; 58 tahun lalu (1965-06-28) (sebagai "Kompas")
BahasaIndonesia
Berhenti publikasi27 Juni 1965 (sebagai "Bentara Rakyat")
1 Oktober 1965
21 Januari 1978
PusatMenara Kompas Multimedia Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan No. 21, Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat 10270
Surat kabar saudariKontan, Tribun Network
Situs webkompas.id

Surat Kabar Kompas juga terbit dalam bentuk daring di alamat Kompas.id yang dikelola oleh PT. Kompas Media Nusantara berisi konten surat kabar harian Kompas dalam bentuk teks, gambar, dan format koran. Kompas.id dan Kompas.com adalah dua institusi yang berbeda. Kompas.com dikelola oleh PT Kompas Cyber Media yang merupakan anak perusahaan PT. Kompas Media Nusantara. Harian Kompas adalah satu di antara dua (2) koran di Indonesia yang diaudit oleh Audit Bureau of Circulations (ABC).

Menurut sebuah laporan yang dikeluarkan Reuters Institute for the Study of Journalism dan Universitas Oxford pada tahun 2021, Kompas merupakan surat kabar yang paling banyak diakses masyarakat Indonesia, dengan 39% responden mengaksesnya dalam seminggu terakhir. Selain itu, Kompas juga merupakan media kedua yang paling dipercaya masyarakat Indonesia dengan skor kepercayaan mencapai 67%, setingkat di bawah CNN Indonesia – meski tak dijelaskan apakah itu mencakup seluruh media bermerek Kompas dari Kompas Gramedia (termasuk Kompas TV) atau hanya surat kabar ini saja.

Sejarah

Surat Kabar Kompas: Sejarah, Galeri Kompas Digital, Konten 
Pendiri Kompas, Peter Kanisius Ojong (1920-1980) (kiri) dan Jakob Oetama (kanan)

Ide awal penerbitan harian ini datang dari Jenderal Ahmad Yani, yang mengutarakan keinginannya kepada Frans Xaverius Seda (Menteri Perkebunan dalam kabinet Soekarno) untuk menerbitkan surat kabar yang berimbang, kredibel, dan independen. Frans kemudian mengemukakan keinginan itu kepada dua teman baiknya, Peter Kansius Ojong (Tionghoa: Auwjong Peng Koen) (1920-1980), seorang pimpinan redaksi mingguan Star Weekly, dan Jakob Oetama, wartawan mingguan Penabur milik gereja Katolik, yang pada waktu itu sudah mengelola majalah Intisari ketika PT Kinta akan mengalami kebangkrutan yang terbit tahun 1963. Ojong langsung menyetujui ide itu dan menjadikan Jakob Oetama sebagai editor in-chief pertamanya.

Pada tahun 1964, Presiden Soekarno mendesak Partai Katholik untuk mendirikan media cetak berbentuk surat kabar, maka dari wartawan bulanan Intisari inilah sebagian wartawan Katolik direkrut. Selanjutnya, beberapa tokoh Katolik tersebut mengadakan pertemuan bersama beberapa wakil elemen hierarkis dari Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI): Partai Katolik, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Pemuda Katolik dan Wanita Katolik. Mereka sepakat mendirikan "Yayasan Bentara Rakyat".

Susunan pengurus pertama dari Yayasan Bentara Rakyat adalah Ignatius Joseph Kasimo (ketua Partai Katolik) sebagai ketua, Frans Seda sebagai wakil ketua, Franciscus Conradus Palaoensoeka sebagai penulis pertama, Jakob Oetama sebagai penulis kedua, dan P.K. Ojong sebagai bendahara. Dari yayasan tersebut, harian ini mulai diterbitkan.

Edisi perdana harian ini memuat karya terjemahan tentang bintang layar perak Marilyn Monroe, pengalaman perjalanan Nugroho Notosusanto, seorang ahli sejarah dari Universitas Indonesia, ke London, Britania Raya, dan kisah Usmar Ismail, sutradara film kenamaan, ketika pertama kali membuat film.

Pada awal penerbitannya, Frans Seda disarankan oleh Jenderal Ahmad Yani agar Kompas memberikan wacana untuk menandingi wacana Partai Komunis Indonesia yang berkembang pada saat itu. Namun secara pribadi, Jacob Oetama dan beberapa pemuka agama Katolik seperti Monsignor Albertus Soegijapranata dan I.J. Kasimo tidak mau menerima begitu saja, karena mengingat kontekstual politik, ekonomi dan infrastruktur pada saat itu tidak mendukung.

Tetapi, tekad Partai Katolik menerbitkan surat kabar sudah final. P.K. Ojong dan Jakob Oetama ditugaskan membangun perusahaan. Mulailah mereka bekerja mempersiapkan penerbitan surat kabar baru, corong Partai Katolik. Tapi, suhu politik yang memanas saat itu membuat pekerjaan mereka bukan perkara yang mudah. Rencananya, surat kabar ini diberi nama "Bentara Rakyat". Menurut Frans Seda, PKI tahu rencana itu lantas dihadang. Namun, karena Bung Karno setuju jalan terus hingga izinnya keluar. Frans Seda mengacu pada PKI yang merupakan salah satu partai besar di Indonesia pada dasawarsa 1950-an dan 1960-an, serta PKI memenangkan tempat keempat dalam pemilihan umum 1955.

Izin sudah dimiliki, tetapi "Bentara Rakyat" tidak kunjung terbit. Rupanya rintangan belum semuanya berlalu. Masih ada satu halangan yang harus dilewati, yakni izin dari Panglima Militer Jakarta yang pada saat itu dijabat oleh Letnan Kolonel Dachja. Dari markas militer Jakarta, diperoleh jawaban izin operasi keluar apabila syarat 5.000 tanda tangan pelanggan terpenuhi. Akhirnya, para wartawan pergi ke pulau Flores untuk mendapatkan tanda tangan tersebut, karena memang mayoritas penduduk Flores beragama Katolik.

Nama "Bentara" sesuai dengan selera orang Flores. Majalah Bentara, katanya, juga sangat populer di sana. Ketika akan menjelang terbit pertama kalinya, Frans Seda melaporkan pada presiden Soekarno tentang persiapan terbitan perdana harian tersebut. Namun, dari Presiden Soekarno inilah lahir nama “Kompas” yang berarti adalah penunjuk arah. Akhirnya berdasarkan kesepakatan redaksi pada saat itu, untuk menerima usulan dari Presiden Soekarno untuk mengubah nama harian Bentara Rakyat menjadi Kompas. Atas usul Presiden Soekarno, namanya diubah menjadi Kompas. Menurut Bung Karno, "Kompas" berarti pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba.

Setelah mengumpulkan tanda bukti 3000 calon pelanggan sebagai syarat izin penerbitan, akhirnya Kompas terbit pertama kali pada tanggal 28 Juni 1965 di Jakarta. Pada mulanya kantor redaksi Kompas masih menumpang di rumah Jakob Oetama, kemudian berpindah menumpang di kantor redaksi Majalah Intisari. Pada terbitan perdananya, Kompas hanya terbit dengan empat (4) halaman dengan iklan yang hanya berjumlah enam (6) buah. Selanjutnya, pada masa-masa awal berdirinya (1965) Koran Kompas terbit sebagai surat kabar mingguan dengan 8 halaman, lalu terbit 4 kali seminggu, dan hanya dalam kurun waktu 2 tahun telah berkembang menjadi surat kabar harian nasional dengan oplah mencapai 30.650 eksemplar.

Kompas edisi pertama dicetak oleh P.N. Eka Grafika, milik harian Abadi yang berafiliasi pada Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Tepat 28 Juni 1965, Kompas mulai diterbitkan untuk pertama kalinya dengan motto “Amanat Hati Nurani Rakyat.” Berita utama pada halaman pertama berjudul “Konferensi Asia-Afrika II Ditunda Empat Bulan.” Sementara Pojok kanan bawah mulai memperkenalkan diri dengan kalimat “Mari ikat hati. Mulai hari ini, dengan Mang Usil”. Kompas sebuah surat kabar harian pertama kali yang terbit di Jakarta sejak pada 28 Juni 1965, maka dari itu tanggal 28 Juni dijadikan hari lahir Kompas.

Di halaman pertama pojok kiri atas, tertulis nama staf: Pemimpin Redaksi Jakob Oetama; Staf Redaksi J. Adisubrata, Lie Hwat Nio, Marcel Beding, Th. Susilastuti, Tan Soei Sing, J. Lambangdjaja, Tan Tik Hong, Th. Ponis Purba, Tinon Prabawa, dan Eduard Liem. Menurut Jakob Oetama, nama P. K. Ojong ketika itu tabu politik. Lagipula, figur Ojong tidak disukai Soekarno.

Dalam kontekstual politik pada saat itu untung tak dapat diraih, malang tak bisa ditolak. Pagi hari 30 September 1965, tepat tiga bulan usia Kompas, sebagian besar warga Jakarta terlelap dalam tidur pulasnya, ketika sekelompok tentara bersenjata menangkap beberapa jenderal yang dituduh terlibat dalam Dewan Jenderal. Peristiwa ini mengubah jalannya republik. Sejarah mencatat sebagai upaya perebutan kekuasaan terhadap pemerintahan Soekarno. Seperti beberapa harian yang terbit bersama dengan Kompas, mereka tidak terlepas dari upaya untuk memberikan tandingan kepada pers yang berafiliasi dengan ideologi kiri seperti PKI, dan harian yang dituduh tidak revolusioner lainnya.

Sehari setelah peristiwa itu, August Parengkuan dan Ponis Purba yang tengah mendapat giliran tugas malam, diberi tahu pihak percetakan bahwa Kompas beserta surat-kabar lain tak boleh terbit. Hanya harian Angkatan Bersenjata, Berita Yudha, kantor berita Antara, dan Pemberitaan Angkatan Bersenjata yang diperbolehkan menyiarkan berita. Larangan untuk tidak naik cetak tersebut dikeluarkan oleh pihak militer Jakarta. Dalam surat perintah itu disebutkan “dalam rangka mengamankan pemberitaan yang simpang-siur mengenai pengkhianatan oleh apa yang dinamakan Komando Gerakan 30 September atau Dewan Revolusi, perlu adanya tindakan-tindakan penguasaan terhadap media-media pemberitaan.

Ketika itu, August Parengkuan dan Ponis Purba tetap yakin Kompas tak perlu dilarang terbit. Alasannya, Kompas sudah mengecam pemberontakan, dan di dalam lay out sudah disiapkan bahwa Kompas edisi 2 Oktober juga memuat pernyataan sikap dari Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana RE Martadinata.

Penyerangan terhadap PKI ternyata tak menyelamatkan Kompas. Koran itu baru boleh terbit lagi pada 6 Oktober 1965. Rentang waktu seminggu itu, hingga saat ini menjadi misteri yang belum terkuak. Banyak asumsi, pertanyaan, dan analisis bergentayangan. Mengapa seluruh koran dibredel dan hanya menyisakan koran milik militer? Pertumbuhan Kompas meningkat. Saat pertama kali dicetak, oplah Kompas sekitar 4.800 eksemplar. Ketika pindah ke percetakan yang lebih bagus, Percetakan Masa Merdeka, tirasnya meningkat jadi 8.003 eksemplar, hingga menjelang pembredelan yang dilakukan pada masa pemerintahan Soeharto.

Saat terbit kembali pada 6 Oktober 1965, tiras Kompas menembus angka 23.268 eksemplar. Zaman berganti. Soekarno diganti Jenderal Soeharto. Pada 1999, setahun sesudah Soeharto dipaksa mundur, tiras Kompas mencapai angka lebih dari 600 ribu eksemplar per hari. Penelitian yang dilakukan oleh lembaga riset AC Nielsen tahun 1999 menunjukkan pasar terbesar masih seputar Jakarta 46,77%, Bogor, Tangerang, dan Bekasi 13,02%, Jawa Barat 13.02%, Jawa Tengah, Yogyakarta 6,67%, Jawa Timur 2,04%, Sumatra 8,81%, Kalimantan 2,16%, dan Indonesia Timur 4,23%. Gramedia sebagai perusahaan induk Kompas tercatat sebagai persuahaan yang membayar pajak terbesar nomor 32 pada tahun 1980 sedang pada tahun pada tahun 1993 untuk perusahaan PT Kompas Media Nusantara saja diperkirakan menghasillkan Rp 240 miliar setahun dengan keuntungan bersih Rp 30 sampai 35 triliun. Tahun 1991 PT Gramedia dengan penerbitan bukunya menduduki urutan ke-151.

Seiring dengan pertumbuhannya, seperti kebanyakan surat kabar yang lain, harian Kompas saat ini dibagi menjadi tiga bagian (section), yaitu bagian depan yang memuat berita nasional dan internasional, bagian berita bisnis dan keuangan, bagian berita olahraga dan iklan baris yang disebut dengan "Klasika". Harian Kompas diterbitkan oleh PT Kompas Media Nusantara.

Oplah dan Pembaca

Kompas mulai terbit pada tanggal 28 Juni 1965 berkantor di Jakarta Pusat dengan tiras 4.800 eksemplar. Sejak tahun 1969, Kompas merajai penjualan surat kabar secara nasional. Pada tahun 2004, tiras hariannya mencapai 530.000 eksemplar, khusus untuk edisi Minggunya malah mencapai 610.000 eksemplar. Pembaca koran ini mencapai 2,25 juta orang di seluruh Indonesia.

Saat ini (2011), Harian Kompas Cetak (bukan versi digital) memiliki sirkulasi oplah rata-rata 500.000 eksemplar per hari, dengan rata-rata jumlah pembaca mencapai 1.850.000 orang per hari yang terdistribusi ke seluruh wilayah Indonesia. Dengan oplah rata-rata 500 ribu eksemplar setiap hari dan mencapai 600 ribu eksemplar untuk edisi Minggu, Kompas tidak hanya merupakan koran dengan oplah (sirkulasi) terbesar di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara. Untuk memastikan akuntabilitas distribusi harian Kompas, Koran Kompas menggunakan jasa ABC (Audit Bureau of Circulations) untuk melakukan audit semenjak tahun 1976

Berdasarkan hasil survey pembaca tahun 2008, Profil pembaca Koran Kompas mayoritas berasal dari kalangan (Strata Ekonomi dan Sosial) menengah ke atas (SES AB) yang tercermin dari latar belakang pendidikan dan kondisi keuangan.

Pembredelan dan gugatan kasus hukum

  • Tanggal 1 Oktober 1965, Larangan terbit pertama, terkait dengan peristiwa G30S/PKI. Pada tanggal 1 Oktober 1965 malam, pemerintah melarang sejumlah koran yang terbit di Jakarta untuk terbit. Larangan tersebut hanya diberlakukan empat hari. Pada tanggal 6 Oktober 1965 larangan tersebut dicabut, Kompas dan sejumlah koran lainnya kembali terbit.
  • Tanggal 21 Januari 1978, Larangan terbit kedua, menyusul pemberitaan pencalonan Soeharto sebagai presiden untuk ketiga kalinya. Pada tanggal 21 Januari 1978, menyusul pemberitaan pencalonan Soeharto sebagai presiden untuk ketiga kalinya dan demo menentang korupsi yang marak, tujuh harian (Kompas, Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times, Sinar Pagi, dan Pos Sore) dilarang terbit atas perintah Sudomo.
  • Tahun 2006, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Bambang Wisudo dan pembatalannya (2008). Pada tanggal 8 Desember 2006, Bambang Wisudo (wartawan) menerima surat pemecatan. Pada tanggal 12 Desember 2008, sekitar dua (2) tahun sesudahnya, diterbitkan surat pencabutan keputusan PHK Kompas terhadap Bambang Wisudo.
  • Tahun 2010, Aburizal Bakrie melaporkan sejumlah media ke Polisi dan Dewan Pers. Sejumlah media masa tersebut dilaporkan karena memberitakan pertemuan Aburizal Bakrie dengan terdakwa mafia pajak Gayus Tambunan di Bali.
  • Tanggal 11 Januari 2011, gugatan perdata oleh Raymond Teddy terhadap sejumlah media. Raymond Teddy melakukan gugatan perdata terhadap sejumlah media (Kompas, RCTI/Koran Sindo, Republika, Detikcom, Warta Kota, dan Suara Pembaruan) atas penyebutan dirinya sebagai bandar judi.

Galeri Kompas Digital

Konten

Cerita Bersambung

Dari berbagai fitur yang dikembangkan KOMPAS salah satunya adalah cerita bersambung yang sedikit banyak telah membuat komunitas dan mengangkat nama penulisnya hingga dijadikan novel dan diangkat ke layar lebar seperti:

Bobo

Pada awalnya, Majalah Bobo adalah halaman anak-anak pada Harian Kompas yang kemudian terbit menjadi majalah tersediri.

Bola

Tabloid Bola awalnya terbit sebagai sisipan harian Kompas pada 3 Maret 1984, namun empat tahun kemudian mulai diterbitkan terpisah.

Suplemen

Kompas Ekstra

Surat Kabar Kompas: Sejarah, Galeri Kompas Digital, Konten 
Halaman depan KOMPAS Ekstra

Sejak Bulan Februari 2011, Harian Kompas menerbitkan suplemen dengan nama Kompas Ekstra. Kompas Ekstra berwujud terbitan yang ukuran kertasnya lebih kecil dari ukuran surat kabar Kompas. Pengirimannya dijadikan satu dengan fisik koran Kompas. Suplemen ini terbit satu bulan sekali, tepatnya tiap hari senin minggu terakhir. Suplemen ini terbit dengan konten yang tematis. Beberapa tema kontennya antara lain 'Kesehatan', 'Pendidikan', 'Asuransi' dan lain-lain.

Penghargaan dan Rekor

Surat Kabar Kompas: Sejarah, Galeri Kompas Digital, Konten 
Halaman depan Kompas tanggal 5 Agustus 2010 yang memuat pengumuman penghargaan Kompas dari WAN-IFRA.
Surat Kabar Kompas: Sejarah, Galeri Kompas Digital, Konten 
Foto yang mendapat perak dalam WAN-IFRA 2012 di Nusa Dua, Bali
Surat Kabar Kompas: Sejarah, Galeri Kompas Digital, Konten 
Fotografer Kompas Agus Susanto mendapatkan penghargaan khusus karena memuat foto Gayus Tambunan
  • 2005, Tiga (3) penghargaan jurnalistik MH Thamrin untuk kategori artikel umum, kebakaran dan foto.
  • 2006, Goldern Brand Award 2006 untuk kategori surat kabar.
  • 2009, Kompas Raih Penghargaan Swara Sarasvati 2010 yang diselenggarakan oleh Koalisi Perempuan Indonesia.
  • 2009, Harian Kompas menerima dua penhargaan dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup, masing-masing kategori Surat Kabar Peduli LIngkungan dan Surat Kabar untuk Berita Foto Lingkungan.
  • 2009, Harian Kompas Terima Penghargaan dari Mahkamah Konstitusi (MK)karena dianggap banyak membantu mensosialisasikan fungsi dan kewenangan MK dalam pemberitaannya.
  • 2009, Indonesia Best Brand Award 2009 Platinum untuk kategori media.
  • 2010, Kompas Pecahkan Rekor Sepeda Santai.
  • 2010, Best Brand Award 2010 untuk kategori Koran.
  • 2010, WAN-IFRA Best In Design (Gold) 2010 untuk halaman pertama yang menampilkan foto Gus Dur.
  • 2010, Kompas meraih tiga (3) penghargaan. Best in User Generated Content, Best in Cross Media Editorial Coverage dan Best eReader-Tablet .
  • 2010, Agus Susanto, Fotografer Kompas Raih Penghargaan The Jakarta International Photo Summit 2010.
  • 2011, Harian Kompas terpilih sebagai koran yang paling disukai perempuan.
  • 2011, Harian Kompas terpilih sebagai media cetak pengguna Bahasa Indonesia terbaik tingkat nasional.
  • 2011, Penghargaan dari asosiasi surat kabar sedunia (WAN IFRA) untuk bidang layanan publik dalam kategori World Young Reader Prize 2011.
  • 2011, Harian Kompas terpilih sebagai Indonesia's Most Favorite Netizen Brand 2011 untuk kategori Koran (Wilayah Jakarta).
  • 2011, Kompas meraih (3) penghargaan pada Asian Digital Media Awards 2011 Hongkong (DMA11) Diarsipkan 2011-11-24 di Wayback Machine.. Ekspedisi Citarum Diarsipkan 2011-11-24 di Wayback Machine. mendapat Gold Award pada kategori Cross Media, Silver Award untuk Best Newspapaer Website dan eReader Playbook mendapat Bronze Award untuk kategori Best eReader.
  • 2011, Kompas Raih Anugerah Tirtoadisuryo 2011.
  • 2011, Penghargaan media cetak yang terbanyak memuat isu lingkungan hidup periode 2011.
  • 2012, Penghargaan Adam Malik (Award), untuk kategori media dan jurnalis terbaik.
  • 2012, Hadiah Adinegoro untuk karya jurnalistik karikatur.
  • 2012, Dua Emas pada Indonesia Print Media Award 2012 dan Indonesia Inhouse Magazine 2012.
  • 2012, Penghargaan Perunggu untuk aktivitas "Volunter In Action" dari Asosiasi Surat Kabar Dunia (WAN-IFRA), untuk kategori Layanan Komunitas
  • 2012, Penghargaan Emas (P.Raditya Mahendra Yasa), Perak (Agus Susanto) dan Perunggu (Yuniadhi Agung) dari Asosiasi Surat Kabar Dunia (WAN-IFRA), untuk kategori Sports Photography
  • 2012, Dua penghargaan pada malam "38 Tahun Anugerah Jurnalistik M.H Thamrin - PWI Jaya" untuk kategori "Artikel Layanan Publik" dan "Tajuk Rencana"
  • 2012, Penghargaan Pendidikan pada puncak peringatan Hari Pendidikan Nasional 2012
  • 2012, Dua wartawan kompas dan satu fotografer mendapat penghargaan dalam acara Anugerah Penghargaan Bidang Kebencanaan (APBK) 2012 yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
  • 2012, Wartawan Kompas, Eny Prihtiyani meraih juara III lomba karya tulis jurnalistik IFC Indonesia.
  • 2012, Ekspedisi Cincin Api mendapat penghargaan emas dan perak dari (WAN-IFRA),
  • 2012, Harian Kompas meraih Transmigration Award
  • 2012, Harian Kompas mendapat penghargaan dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI). Selama dua tahun ini, Kompas dinilai sebagai satu-satunya media yang konsisten dan komprehensif menyosialisasikan kondisi geologi Indonesia, melalui peliputan Ring of Fire (cincin api).
  • 2013, Harian Kompas meraih penghargaan Asian Media Award 2013. Fotografer Kompas, Agus Susanto meraih penghargaan perunggu untuk fotonya 'Indonesia Lawan Korea Utara (SCTV Cup)'
  • 2013, Melalui proyek Kompas Archipelago Culinary Expedition, Harian Kompas meraih penghargaan Digital Media Asia (DMA) 2013 untuk kategori tablet publishing.
  • 2013, Harian Kompas meraih Roy Morgan Customer Satisfaction Awards 2013 untuk kategori koran.
  • 2014, PT Kompas Media Nusantara mendapatkan Bronze Award pada acara Asian Media Award 2014 di Hongkong untuk kategori Foto Jurnalisme dengan judul foto 'Jakarta Tak Berdaya'.

Komunitas

  • Penghargaan Cerpen "Kompas". Merupakan aktivitas yang dilakukan Harian Kompas dalam mendukung kesusastraan Indonesia melalui penghargaan yang sudah berlangsung semenjak tahun 1992.
  • Dana Kemanusiaan "Kompas" (DKK) . Merupakan aktivitas pengumpulan dana untuk kemanusiaan yang aset tahunannya diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Leonard, Mulia & Richard. Dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan, Kompas tidak pernah mendiskriminasi para penerimba bantuan baik dari segi etnis, agama, gender, maupun usia/umur. Dalam menentukan kebutuhan dan pengalokasikan dana, harus melalui Dewan Pengawas DKK.
  • Milis Forum Pembaca Kompas (milis FPK). Milis ini dibentuk oleh salah seorang pembaca Kompas bernama Agus Hamonangan pada tanggal 30 Juli 2004. Selain sebagai pendiri, Agus Hamonangan juga aktif sebagai moderator. Selain pembaca Kompas, milis tersebut juga dilanggani oleh karyawan Kompas terutama bagian redaksi. Karena lahir dari komunitas, maka pengelolaannya juga dilakukan oleh komunitas secara sukarela, pihak Kompas tidak mengelola secara langsung.
  • Milis Kompas Community . Milis ini ditujukan untuk pembaca dan pelanggan Kompas yang akan memberikan kritik dan saran untuk Redaksi, Sirkulasi, Iklan, atau produk lain yang dipublikasikan oleh Kompas. Milis ini langsung dikelola oleh pihak Kompas.
  • Diskusi Panel Forum Pembaca Kompas (FPK) atau yang juga biasanya disebut Kompas Audience Engagement (KAE). Merupakan aktivitas resmi yang diselenggarakan oleh pihak Kompas yang melibatkan pelanggan dan penulis artikel. Kegiatan ini telah berlangsung dari tanggal 22 Juni 2002 dan saat ini (31 Oktober 2011) telah dilakukan di sepuluh (10) kota besar di Indonesia. Kota tempat aktivitas FPK adalah Jakarta, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Surabaya, Medan, Palembang, Banjarmasin, Makassar dan Bali.
  • Di tingkat yang lebih professional, ada Ombudsman. Komunitas ini ditujukan untuk mengkritisi dan memberi masukan terhadap pemberitaan Kompas agar netralitas dan keterimbangan tetap terjaga. Anggota Ombudsman terdiri atas sejumlah pakar dari berbagai bidang dan profesi yang setiap bulan bertemu dengan pimpinan dan para editor Kompas.
  • Kompas Muda, adalah komunitas pembaca Harian Kompas yang masuk kategori muda. Kompas Muda terdiri dari Siswa-siswi Sekolah Menengah Umum (SMU) dan sederajat yang memiliki aktivitas bersama. Salah satu aktivitasnya adalah mengisi rubrik Kompas Muda di harian Kompas. Selain mengisi rubrikasi, aktivitas Kompas Muda yang berawal dari proses rekrutmen juga merambah ke berbagai kompetisi dan ajang kreativitas lainnya. Para pelajar yang berkumpul dalam komunitas Kompas Muda biasanya disebut dengan nama 'Mudaers'

Galeri Komunitas

Lihat pula

Referensi

Pranala luar

Tags:

Surat Kabar Kompas SejarahSurat Kabar Kompas Galeri Kompas DigitalSurat Kabar Kompas KontenSurat Kabar Kompas Penghargaan dan RekorSurat Kabar Kompas KomunitasSurat Kabar Kompas Galeri KomunitasSurat Kabar Kompas Lihat pulaSurat Kabar Kompas ReferensiSurat Kabar Kompas Pranala luarSurat Kabar Kompas196528 JuniGelora, Tanah Abang, Jakarta PusatIndonesiaJakartaKompas GramediaMenara Kompas MultimediaNasionalSurat kabar

🔥 Trending searches on Wiki Bahasa Indonesia:

V (penyanyi)Iwan FalsMusikBritania RayaDaftar Badan Usaha Milik Negara di IndonesiaArne SlotAtmosfer BumiTKerak BumiData1Kebijakan moneterMaudy AyundaMiss Eco International 2023Mahalini RaharjaIrakIndonesia pada Olimpiade Musim Panas 1956Sembilan NagaTawakalBadak jawaSoemitro DjojohadikoesoemoMaruarar SiraitKim Soo-hyunDetik.comKota SurabayaIndra SjafriMiss Eco International 2024ADO Den HaagMarsEtnosentrismeIvar JennerKota MakassarWhatsAppBom Bali 2002Nova AriantoKualifikasi Piala Asia U-23 AFC 2024Piagam JakartaSenat Amerika SerikatProklamasi Kemerdekaan IndonesiaBumiRANS Nusantara FCDaftar anggota JKT48Gelar kebangsawanan JawaIslam menurut negaraNeptunusBaratTeaterGeminiMasjid Baiturrahman Banda AcehMarc MárquezFikihPiala Dunia U-20 FIFAIdrus bin Salim Al-JufriKomang TeguhKleopatraBola basketPartai Gelombang Rakyat IndonesiaMohammad HattaUranusPersuasiTim nasional sepak bola U-23 YordaniaDukuVia VallenKometAbdurrahman WahidZsa Zsa UtariPolitikArkhan FikriSandra DewiPartai Keadilan SejahteraIUParis Saint-Germain F.C.Bola voliPiala Asia U-23 AFCWikipediaJustinus LhaksanaIndiaDaftar🡆 More