Silek (alias Silat atau Silat Minangkabau dalam bahasa Indonesia) adalah salah satu seni bela diri tradisional khas etnis Minangkabau yang berasal-usul dari wilayah Sumatera Barat di Indonesia.
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Silek pada dasarnya menggunakan teknik pertahanan dan penyerangan baik menggunakan senjata maupun tanpa senjata. Secara asasnya, silek pada mulanya berfungsi sebagai antisipasi pertahanan diri masyarakat Minangkabau untuk menjaga nagari bangso Minangkabau (tanah Sumatera Barat) dari ancaman musuh yang bisa datang sewaktu-waktu. Pada perkembangannya, silek bukan hanya berfungsi sebagai seni bela diri saja, namun juga dapat sebagai sarana hiburan, salah satu contohnya yakni silek biasanya juga dapat dipadukan dengan drama tradisional khas Minangkabau yang dikenal sebagai Randai.
Juga dikenal sebagai | Silat atau Silat Minangkabau |
---|---|
Negara asal | Indonesia (Sumatera Barat) |
Pencipta | Minangkabau |
Praktisi terkenal | Edward Lebe, Emral Djamal Datuk Rajo Mudo, Edwel Yusri Datuak Rajo Gampo Alam, Erizal Chaniago, Afrizal Can Sutan Rajo Mudo |
Kesenian keturunan | Silek Balubuih, Silek Baruah, Silek Buayo, Silek Galombang, Silek Gulo-Gulo Tareh, Silek Kumango, Silek Lanyah, Silek Lintau, Silek Luncua, Silek Pangian, Silek Pauah, Silek Rimau, Silek Sitaralak, Silek Sungai Patai, Silek Tiang Ampek, Silek Ulu Ambek |
Seni bela diri | Silat |
Tradisi-tradisi Pencak Silat | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Referensi | 1119 |
Kawasan | Asia dan Pasifik |
Sejarah Inskripsi | |
Inskripsi | (sesi ke-14th) |
Daftar | Representative List |
Silek/Silat adalah kesenian bela diri khas Minangkabau |
Wilayah Minangkabau di bagian tengah Sumatra sebagaimana daerah di kawasan Nusantara lainnya adalah daerah yang subur dan produsen rempah-rempah penting sejak abad pertama Masehi. Oleh sebab itu, tentu saja ancaman-ancaman keamanan bisa saja datang dari pihak pendatang ke kawasan Nusantara ini. Jadi secara fungsinya silat dapat dibedakan menjadi dua yakni sebagai
Untuk dua alasan ini, maka masyarakat Minangkabau pada tempo dahulunya perlu memiliki sistem pertahanan yang baik untuk mempertahankan diri dan negerinya dari ancaman musuh kapan saja. Silek tidak saja sebagai alat untuk beladiri, tetapi juga mengilhami atau menjadi dasar gerakan berbagai tarian dan randai (drama Minangkabau). Emral Djamal Dt Rajo Mudo (2007) pernah menjelaskan bahwa pengembangan gerakan silat menjadi seni adalah strategi dari nenek moyang Minangkabau agar silat selalu diulang-ulang di dalam masa damai dan sekaligus untuk penyaluran "energi" silat yang cenderung panas dan keras agar menjadi lembut dan tenang. Sementara itu, jika dipandang dari sisi istilah, kata pencak silat di dalam pengertian para tuo silek (guru besar silat) adalah mancak dan silek. Perbedaan dari kata itu adalah:
Para tuo silek juga mengatakan jiko mamancak di galanggang, kalau basilek dimuko musuah (jika melakukan tarian pencak di gelanggang, sedangkan jika bersilat untuk menghadapi musuh). Oleh sebab itu para tuo silek (guru besar) jarang ada yang mau mempertontonkan keahlian mereka di depan umum bagaimana langkah-langkah mereka dalam melumpuhkan musuh. Oleh sebab itu, pada acara festival silat tradisi Minangkabau, maka penonton akan kecewa jika mengharapkan dua guru besar (tuo silek) turun ke gelanggang memperlihatkan bagaimana mereka saling serang dan saling mempertahankan diri dengan gerakan yang mematikan. Kedua tuo silek itu hanya melakukan mancak dan berupaya untuk tidak saling menyakiti lawan main mereka. Karena menjatuhkan tuo silek lain di dalam acara akan memiliki dampak kurang bagus bagi tuo silek yang "kalah". Dalam praktik sehari-hari, jika seorang guru silat ditanya apakah mereka bisa bersilat, mereka biasanya menjawab dengan halus dan mengatakan bahwa mereka hanya bisa mancak (pencak), padahal sebenarnya mereka itu mengajarkan silek (silat). Inilah sifat rendah hati ala masyarakat Nusantara, mereka berkata tidak meninggikan diri sendiri, biarlah kenyataan saja yang bicara. Jadi kata pencak dan silat akhirnya susah dibedakan. Saat ini setelah silek Minangkabau itu dipelajari oleh orang asing, mereka memperlihatkan kepada kita bagaimana serangan-serangan mematikan itu mereka lakukan. Keengganan tuo silek ini dapat dipahami karena Indonesia telah dijajah oleh bangsa Belanda selama ratusan tahun, dan memperlihatkan kemampuan bertempur tentu saja tidak akan bisa diterima oleh bangsa penjajah pada masa dahulu, jelas ini membahayakan buat posisi mereka.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa silat itu berasal dari kata silek. Kata silek pun ada yang menganggap berasal dari siliek, atau si liat, karena demikian hebatnya berkelit dan licin seperti belut. Di tiap Nagari memiliki tempat belajar silat atau dinamakan juga sasaran silek, dipimpin oleh guru yang dinamakan Tuo Silek. Tuo silek ini memiliki tangan kanan yang bertugas membantu dia mengajari para pemula.
Orang yang mahir bermain silat dinamakan pandeka (pendekar). Gelar Pandeka ini pada zaman dahulunya dilewakan (dikukuhkan) secara adat oleh ninik mamak dari nagari yang bersangkutan. Namun pada zaman penjajahan gelar dibekukan oleh pemerintah Belanda. Setelah lebih dari seratus tahun dibekukan, masyarakat adat Koto Tangah, Kota Padang akhirnya mengukuhkan kembali gelar Pandeka pada tahun 2000-an. Pandeka ini memiliki peranan sebagai parik paga dalam nagari (penjaga keamanan negeri), sehingga mereka dibutuhkan dalam menciptakan negeri yang aman dan tenteram. Pada 7 Januari 2009, Wali kota Padang, H. Fauzi Bahar digelari Pandeka Rajo Nan Sati oleh Niniak Mamak (Pemuka Adat) Koto Tangah, Kota Padang. Gelar ini diberikan sebagai penghormatan atas upaya dia menggiatkan kembali aktivitas silek tradisional di kawasan Kota Padang dan memang dia adalah pesilat juga pada masa mudanya. Sehingga gelar itu layak diberikan.
Kajian sejarah silek memang rumit karena diterima dari mulut ke mulut, pernah seorang guru diwawancarai bahwa dia sama sekali tidak tahu siapa buyut gurunya. Bukti tertulis kebanyakan tidak ada. Seorang Tuo Silek dari Pauah, Kota Padang, cuma mengatakan bahwa dahulu silat ini diwariskan dari seorang kusir bendi (andong) dari Limau Kapeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Seorang guru silek dari Sijunjung, Sumatera Barat mengatakan bahwa ilmu silat yang dia dapatkan berasal dari Lintau. Ada lagi Tuo Silek yang dikenal dengan nama Angku Budua mengatakan bahwa silat ini dia peroleh dari Koto Anau, Kabupaten Solok. Daerah Koto Anau di Kabupaten Solok, Bayang dan Banda Sapuluah di Kabupaten Pesisir Selatan, Pauah di Kota Padang atau Lintau di Kabupaten Tanah Datar pada masa lalunya adalah daerah penting di wilayah Minangkabau. Daerah Solok misalnya adalah daerah pertahanan kerajaan Minangkabau menghadapi serangan musuh dari darat, sedangkan daerah Pesisir adalah daerah pertahanan menghadapi serangan musuh dari laut. Tidak terlalu banyak guru-guru silek yang bisa menyebutkan ranji guru-guru mereka secara lengkap.
Jika dirujuk dari buku berjudul Filsafat dan Silsilah Aliran-Aliran Silat Minangkabau karangan Mid Djamal (1986), maka dapat diketahui bahwa para pendiri dari Silek (Silat) di Minangkabau adalah
Pada masa Datuak Suri Dirajo inilah silek Minangkabau pertama kali diramu dan tentu saja gerakan-gerakan beladiri dari pengawal yang empat orang tersebut turut mewarnai silek itu sendiri. Nama-nama mereka memang seperti nama hewan (Kambing, Harimau, Kucing dan Anjing), namun tentu saja mereka adalah manusia, bukan hewan menurut persangkaan beberapa orang. Asal muasal Kambiang Hutan dan Anjiang Mualim memang sampai sekarang membutuhkan kajian lebih dalam dari mana sebenarnya mereka berasal karena nama mereka tidak menunjukkan tempat secara khas. Mengingat hubungan perdagangan yang berumur ratusan sampai ribuan tahun antara pesisir pantai barat kawasan Minangkabau (Tiku, Pariaman, Air Bangis, Bandar Sepuluh dan Kerajaan Indrapura) dengan Gujarat (India), Persia (Iran dan sekitarnya), Hadhramaut (Yaman), Mesir, Campa (Vietnam sekarang) dan bahkan sampai ke Madagaskar pada masa lalu, bukan tidak mungkin silat Minangkabau memiliki pengaruh dari beladiri yang mereka miliki. Sementara itu, dari pantai timur Sumatra melalui sungai dari Provinsi Riau yang memiliki hulu ke wilayah Sumatera Barat (Minangkabau) sekarang, maka hubungan beladiri Minangkabau dengan beladiri dari Cina, Siam dan Champa bisa terjadi karena jalur perdagangan, agama, ekonomi, dan politik. Beladiri adalah produk budaya yang terus berkembang berdasarkan kebutuhan pada masa itu. Perpaduan dan pembauran antar beladiri sangat mungkin terjadi. Bagaimana perpaduan ini terjadi membutuhkan kajian lebih jauh. Awal dari penelitian itu bisa saja diawali dari hubungan genetik antara masyarakat di Minangkabau dengan bangsa-bangsa yang disebutkan di atas.
Jadi boleh dikatakan bahwa silat di Minangkabau adalah kombinasi dari ilmu beladiri lokal, ditambah dengan beladiri yang datang dari luar kawasan Nusantara. Jika ditelusuri lebih lanjut, diketahui bahwa langkah silat di Minangkabau yang khas itu adalah buah karya mereka. Langkah silat Minangkabau sederhana saja, namun di balik langkah sederhana itu, terkandung kecerdasan yang tinggi dari para penggagas ratusan tahun yang lampau. Mereka telah membuat langkah itu sedemikian rupa sehingga silek menjadi plastis untuk dikembangkan menjadi lebih rumit. Guru-guru silek atau pandeka yang lihai adalah orang yang benar-benar paham rahasia dari langkah silat yang sederhana itu, sehingga mereka bisa mengolahnya menjadi bentuk-bentuk gerakan silat sampai tidak hingga jumlahnya. Kiat yang demikian tergambar di dalam pepatah jiko dibalun sagadang bijo labu, jiko dikambang saleba alam (jika disimpulkan hanya sebesar biji labu, jika diuraikan akan menjadi selebar alam)
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Sifat perantau dari masyarakat Minangkabau telah membuat silek Minangkabau sekarang tersebar ke mana-mana di seluruh dunia. Pada masa dahulunya, para perantau ini memiliki bekal beladiri yang cukup dan ke mana pun mereka pergi mereka juga sering membuka sasaran silat (perguruan silat) di daerah rantau dan mengajarkan penduduk setempat beladiri milik mereka. Mereka biasanya lebur dengan penduduk sekitar karena ada semacam pepatah di Minangkabau yang mengharuskan mereka berbaur dengan masyarakat di mana mereka tinggal. Bunyi pepatah itu adalah dima bumi dipijak di situ langik dijunjuang, dima rantiang dipatah di situ aia disauak (Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, di mana rantiang dipatah di situ air disauk). Pepatah ini mengharuskan perantau Minang untuk menghargai budaya lokal dan membuka peluang silat Minangkabau di perantauan mengalami modifikasi akibat pengaruh dari beladiri masyarakat setempat dan terbentuklah genre atau aliran baru yang bisa dikatakan khas untuk daerah tersebut. Silek Minangkabau juga menyebar karena diajarkan kepada pendatang yang dahulunya berdiam di Ranah Minang. Jadi dapat dikatakan bahwa silek itu menyebar ke luar wilayah Minangkabau karena sifat perantau dari masyarakat Minangkabau itu sendiri dan karena diajarkan kepada pendatang.
Silek yang menyebar ke daerah rantau (luar kawasan Minangkabau) ada yang masih mempertahankan format aslinya ada yang telah menyatu dengan aliran silat lain di kawasan Nusantara. Beberapa perguruan silat menyatukan unsur-unsur silat di Nusantara dan Silek Minang masuk ke dalam jenis silat yang memengaruhi gerakan silat mereka. Beberapa contoh yang dapat diberikan adalah:
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Jika seseorang ingin belajar silek, maka ia bisa datang sendiri atau biasanya diantar oleh teman, bapak atau mamak (saudara laki-laki dari ibu) kepada seorang guru, jika di kalangan keluarga mereka tidak ada yang bisa bermain silat dengan baik. Setelah berbasa basi, maka nanti si calon murid datang pada waktu yang ditentukan dengan membawa benda-benda tertentu.
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Syarat-syarat berguru ini bervariasi pula, namun biasanya terdiri dari pisau, kain putih, lado kutu (cabe rawit), garam, gula, jarum jahit, cermin, rokok, beras, uang, dan baju silat satu stel (Endong sapatagak). Jumlah uang biasanya tidak ditentukan. Apa yang dibawa mempunyai arti tersendiri bagi calon murid. Biasanya diterangkan pada saat prosesi penerimaan murid.
Beberapa contoh dari arti syarat-syarat yang dibawa itu adalah
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Ada bermacam cara dalam menerima anak sasian (murid), seperti yang sudah disebutkan di atas, si murid diminta untuk membawa bahan-bahan tertentu pada hari yang dijanjikan dan juga diminta membawa seekor ayam jantan untuk satu orang murid. Ayam ini nanti disembelih oleh guru dan kemudian darahnya dicecerkan mengelilingi sasaran, dalam prosesi pemotongan ayam ini seorang guru sudah bisa melihat dan membaca maksud dari seorang murid dalam belajar silat baik dari segi niatnya, karakternya, minat, bakat, dan kemauan dari seorang calon murid ini.
Ada beberapa pertanda yang dilihat guru pada saat prosesi pemotongan ayam ini di antaranya:
Biasanya di dalam ritual penerimaan seorang murid, si murid ini diambil sumpahnya untuk patuh kepada guru dan tidak menggunakan ilmu yang mereka dapatkan ini untuk berbuat keonaran. Bahkan bunyi sumpah itu keras sekali. Inilah potongan bunyi sumpah itu: kaateh indak bapucuak, kabawah indak baurek, ditangah-tangah digiriak kumbang (ke atas tidak berpucuk, ke bawah tidak berurat dan di tengah-tengah dimakan kumbang), artinya pelanggar sumpah tidak akan pernah mendapatkan hidup yang baik selama hidupnya di dunia seperti yang diibaratkan nasib suatu pohon yang merana. Ada juga prosesi dari perguruan silat tradisi waktu baru masuk perguruan tersebut dianjurkan mandi dengan tujuh macam limau/jeruk bahkan ada juga dengan 7 macam bunga. waktu mandinya ada yang sore hari dan ada juga setelah jam 12.00 malam.
Seperti yang berlaku pada perguruan beladiri manapun bahwa semenjak saat itu saudara seperguruan adalah seperti saudara sendiri. Di dalam istilah Minangkabau dikatakan bahwa saudara seperguruan itu saasok sakumayan (satu asap satu kemenyan) atau sabatin artinya dia adalah bagian dari diri kita dan berlaku hukum saling melindungi.
Prosesi ini tidak sama tiap sasaran silek, ada pula guru yang tidak meminta membawa apa-apa, sehingga tidak ada prosesi penerimaan murid seperti yang diuraikan di atas, tetapi kasus ini jarang terjadi, umumnya selalu ada prosesi penerimaan murid apakah dalam bentuk sederhana bahkan sampai ada yang berbentuk upacara adat.
Guru menetapkan jadwal latihan silat dan biasanya malam hari. Murid boleh mengajukan waktu sepanjang guru tidak keberatan. Biasanya jadwal latihan malam hari setelah salat isya. Ada sasaran silek yang membolehkan latihan sebelum jam 12 malam. Lebih dari itu dilarang oleh gurunya karena sang guru meyakini lebih dari jam 12 malam adalah waktunya inyiak balang (harimau), sehingga tidak boleh untuk bersilat lagi. Tapi ada pula yang malah sebaliknya, bersilat itu dimulai dari lewat jam 12 malam sampai jam 4 pagi. Biasanya dilakukan dua atau tiga kali seminggu.
Pada tingkat lanjutan untuk mengambil gerakan silek harimau (silat harimau), malah sang guru yang biasanya suka latihan lewat jam 12 malam ini meminta muridnya untuk belajar siang hari. Gerakan dari silat harimau ini tidak sebanyak gerakan silat yang biasa guru ajarkan.
Ada sasaran silek yang lebih "privat". Guru tidak suka punya murid banyak-banyak, paling-paling muridnya cuma 4 orang saja atau sepasang. Murid tunggal juga diterima, dan ini langsung bersilat dengan gurunya. Khusus untuk murid tunggal, guru harus memiliki stamina yang baik, karena harus ikut bermain dengan murid dari awal sampai akhir.
Para murid biasanya membawa makanan untuk dimakan bersama, juga rokok, kopi atau teh dan gula saat hari latihan. Ada juga yang menyertakan dengan uang. Nilainya tidak ditentukan, murid sendirilah yang menentukan berapa nilainya.
Ada banyak aliran yang berkembang di Ranah Minangkabau. menurut peneliti silat Hiltrud Cordes (1990) dan Kristin Pauka (1998), setidaknya terdapat sepuluh aliran utama Silek Minangkabau, yaitu:
* Silek Tuo (Silat Tua) | * Silek Harimau (Silat Harimau) | * Silek Lintau (Silat Lintau) |
* Silek Sitaralak (Silat Sitaralak) | * Silek Pauah (Silat Pauh) | * Silek Sungai Patai (Silat Sungai Patai) |
* Silek Luncua (Silat Luncur) | * Silek Gulo-Gulo Tareh (Silat Gulo-Gulo Tareh) | * Silek Baruah (Silat Baruh) |
* Silek Kumango (Silat Kumango) | * Silek Ulu Ambek (Silat Ulu Ambek) |
Silek Ulu Ambek menurut dia tidak tergolong ke dalam aliran Silek karena lebih menekankan kekuatan batin daripada kontak fisik. Silek Sitaralak, Lintau, Kumango, Luncua terkenal sampai ke Malaysia. Silek sitaralak (disebut juga siterlak, terlak, sterlak, starlak) merupakan silat yang beraliran keras dan kuat.
Ada beberapa nama aliran silat lain di Minangkabau, yakni Aliran Silat Sunur Aliran Silek Sunua yang juga dikenal dengan Silek Para Kyai atau Silek Tuo di Minangkabau yang awalnya dikembangkan oleh Khalifah Syekh Burhanuddin sembari menyebarkan agama islam di Sumatera Barat. Oleh karena itu silek sunua ini mengandung unsur-unsur agama islam. Silek Sunua yang berkembang di pesisir barat Sumatera Barat sejak dari Pariaman ke Pasaman hingga ke Riau.
Silek Tiang Ampek, Silek Balubuih, Silek Pangian (berkembang di Kabupaten Kuantan Singingi) dan Buah Tarok dari Bayang, Pesisir Selatan. Asal usul dari aliran silat ini juga rumit dan penuh kontroversi, contoh Silek Tuo dan Sitaralak. Silek Tuo ada yang menganggap itu adalah versi silek paling tua, namun pendapat lain mengatakan bahwa silat itu berasal dari Tuanku Nan Tuo dari Kabupaten Agam. Tuanku Nan Tuo adalah anggota dari Harimau Nan Salapan, sebutan lain dari Kaum Paderi yang berjuang melawan Belanda di Sumatera Barat. Hubungan sitaralak dan Silek Tuo (silat paling tua) adalah kajian yang menarik untuk dikupas lebih dalam.
Gerakan silek itu diambil dari berbagai macam hewan yang ada di Minangkabau, contohnya Silek Harimau, Kucing dan Silek Buayo (Buaya), namun di dalam perkembangan silek selanjutnya, ada sasaran silek, umumnya silek yang berasal dari kalangan tarekat atau ulama agama Islam menghilangkan unsur-unsur gerakan hewan di dalam gerakan silek mereka karena dianggap bertentangan dengan unsur agama versi mereka.
Jika dilihat dari beberapa gerakan silat yang berada di Minangkabau, ada pola-pola yang dominan di dalam permainan mereka, yakni:
Posisi permainan silat ini terjadi akibat kondisi lingkungan di mana silat itu berkembang, pada daerah yang tidak datar dan licin, mereka lebih suka menggunakan posisi rendah, sementara di daerah pantai yang berpasir, mereka lebih suka bersilat dengan posisi berdiri. Meskipun demikian, bukan berarti di daerah pesisir tidak mengenal permainan rendah.
Alam takambang jadi guru adalah konsep universal dari budaya alam Minangkabau. Kata "alam", berasal dari bahasa Sanskerta artinya sama dengan lingkungan kehidupan atau daerah. Konsep ini juga diterjemahkan oleh para pendiri silat pada masa dahulunya menjadi gerakan-gerakan silat. Antara silat dan produk budaya lain di Minangkabau adalah satu kesatuan filosofis, jadi untuk menerangkan silat, pepatah-pepatah yang biasa diucapkan dalam upacara adat bisa digunakan.
Setiap nagari memiliki sasaran silek, ini adalah suatu keharusan, ibarat sebuah negara yang tidak mungkin tidak memiliki angkatan perang. Konsep nagari itu sama dengan konsep sebuah negara. Hubungan antara nagari dengan nagari sama halnya dengan hubungan antarnegara. Alam Minangkabau adalah kesatuan pengikat antar nagari-nagari bahwa mereka merupakan satu konsep budaya. Secara budaya, yang dinamakan masyarakat Minangkabau mengaku berasal dari Gunung Marapi, tepatnya dari Nagari Pariangan, Sumatera Barat yakni suatu tempat yang disebut sebagai sawah gadang satampang baniah (sawah luas, setampang benih). Dari nagari itulah benih kebudayaan yang setampang digagas, disusun dan kemudian dikembangkan ke wilayah sekitarnya (luhak nan tiga). Oleh karena nagari di Minangkabau tidak obahnya seperti sebuah republik mini, semuanya lengkap dari wilayah, aparat pemerintah, pertahanan sampai penduduknya, maka hampir semua nagari memiliki sasaran silek, sehingga variasi dari gerakan-gerakan silat tidak dapat dihindari sama sekali.
Variasi dari gerakan silek terjadi karena:
Meskipun demikian ada kesamaan konsep dari gerakan silat di Minangkabau. Oleh sebab itu kita dapat membedakan antara silat dari Minangkabau dan silat dari daerah lain di kawasan Nusantara. Beberapa konsep dari silek Minangkabau itu adalah
Ciri khas dari permainan silek adalah pola berdiri dan langkah. Tagak artinya tegak atau berdiri, di mana pesilat berdiri? Dia berdiri di jalan yang benar (tagak di nan bana), dia bukanlah seorang yang suka cari rusuh dan merusak tatanan alam dan kehidupan bermasyarakat. Di dalam mantra sering juga diungkapkan sebagai tegak alif, pitunggua adam, langkah muhammad. Di dalam permainan silat, posisi berdiri adalah pelajaran pertama diberikan, yang dinamakan sebagai bukak langkah (sikap pasang) seorang pemain silat Minangkabau adalah tagak runciang (berdiri runcing atau berdiri serong) dengan posisinya selalu melindungi alat vital. Kuda-kuda pemain silat harus kokoh, untuk latihan ini dahulunya mereka berjalan menentang arus sungai.
Langkah dalam permainan silek Minangkabau mirip dengan langkah berjalan, namun posisinya pada umumnya merendah. Posisi melangkah melingkar yang terdiri dari gelek, balabek, simpia dan baliak (Lihat penjelasan istilah ini pada Kurikulum.
Adapun pola langkah yang dipergunakan ada yang dinamakan
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Di dalam bersilat perlu sekali memahami garak dan garik. Garak artinya insting, kemampuan membaca sesuatu akan terjadi, contoh seorang pesilat bisa merasakan ada sesuatu yang akan membahayakan dirinya. Garik adalah gerakan yang dihasilkan oleh pesilat itu sebagai antisipasi dari serangan yang datang. Jika kata ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, ia menjadi kurang pas, karena di dalam bahasa Indonesia, gerak itu adalah gerakan dan gerik adalah kata pelengkap dari gerakan itu. Sedangkan di dalam bahasa Minangkabau garak (gerak) itu adalah kemampuan mencium bahaya (insting) dan garik (gerik) adalah gerakan yang dihasilkan (tindakan).
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Raso atau rasa diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu gerakan yang tepat tanpa harus dipikirkan dulu, seperti seorang yang mahir membawakan kendaraaan, dia pasti tidak berpikir berapa centimeter harus memijak rem supaya berhenti dengan tepat tanpa goncangan, tetapi dengan merasakan pijakan rem itu dia dapat berhenti dengan mulus.
Pareso adalah kemampuan analisis dalam waktu yang singkat atau nalar. Di dalam pertempuran ungkapan pareso ini adalah kemampuan memanfaatkan sesuatu di dalam berbagai situasi pertempuran dalam upaya untuk memperoleh kemenangan. Misalkan, jika kita bertempur waktu sore, upayakan posisi jangan menghadap ke barat, karena akan silau oleh cahaya matahari.
Jadi antara raso dan pareso itu jalannya berpasangan, tidak boleh jalan sendiri-sendiri. Kita tidak boleh terlalu mengandalkan perasaan tanpa menggunakan pikiran, namun tidak boleh pula berpikir tanpa menggunakan perasaan. Ada pepatah yang mengatakan raso dibao naiak, pareso dibao turun (Rasa di baik naik ke alam pikiran, periksa dibawa turun ke alam rasa). Demikianlah kira-kira maksud dari raso jo pareso yang diungkapkan oleh para guru silek.
Alam fikiran Minangkabau memiliki konsep berpasangan, ini dapat dibuktikan dengan banyaknya pepatah yang memiliki isi kalimat berpasangan, contohnya: mancari nan baik manulak nan buruak (mencari hal-hal yang baik dan menolak hal-hal yang buruk), manitiak dari ateh, mambasuik dari bumi (menitik dari atas, membersit dari bumi), tiok kunci ado pambukaknyo (tiap kunci ada pembukanya) dan tiok kabek bisa diungkai (tiap ikatan bisa dilepas). Hal yang sama berlaku pada silek, setiap gerakan silat ada pemusnahnya, setiap kuncian ada teknik untuk melepaskannya, oleh sebab itu sepasang pemain silat yang mahir mampu bersilat terus menerus tanpa putus dengan mengalir begitu saja. Mereka baru berhenti kalau sudah letih atau capek. Hal yang sama juga terjadi pada peniup saluang, mereka bisa meniup alat musik itu tanpa putus-putus sampai lagu selesai.
Guru silek mengatakan, jika tagang badantiang, maka ia akan putus atau rusak, dan jika kandua manjelo (mengalun) itu artinya lemah. Adapun silek Minangkabau tidaklah demikian, silat itu adalah kombinasi pas antara kelembutan dan kekuatan, dia lembut tetapi keras, dia keras tetapi lembut. Mungkin istilah lentur atau plastis bisa disamakan dengan pengertian ungkapan di atas. Di dalam permainan silek, serangan lawan itu tidak ditangkis atau dihadang, namun dipapah atau dibelokkan ke arah lain. Menangkis serangan lawan, seperti sepak atau tinju akan membawa risiko memar atau cedera, namun jika serangan itu dibelokkan, risiko cedera bisa dihindari dan lawan akan terdorong ke arah lain. Prinsip ini mirip dengan prinsip yang digunakan oleh beladiri tai chi chuan dari China. Teknik ini juga digunakan pada olahraga seperti memantulkan atau "dribble" bola basket atau teknik "setting" permainan bola voli.
Tubuh manusia memiliki alur dan pola, gerakan silek harus mengikuti alur tubuh manusia, jangan menentangnya. Konsep ini adalah konsep flow (mengalir) di dalam permainan silat. Jika konsep ini dipakai, maka permainan silek akan terlihat indah dan mengalir, serta aman. Silek disusun sedemikian rupa dengan mempertimbangan kaidah hukum alam sehingga menghasilkan gerakan yang LOGIS dan EFEKTIF untuk beladiri. Bagaimana mengikuti alur tubuh yang baik dapat dilihat pada gerakan silat yang dimainkan dan dijelaskan oleh David Benitez. Sekali alur itu dilanggar, maka akan terjadi apa yang disebut sungsang (terbalik arah) yang dapat berakibat cedera mulai dari ringan sampai patah. Pada permainan, seorang pesilat harus bisa melihat bagaimana konsep itu digunakan. Pihak lawan diarahkan kepada posisi yang melawan pola alur tubuh manusia (sungsang), akibatnya, lawan akan kehilangan keseimbangan yang dapat mengakibatkan dia jatuh atau miring ke arah-arah tertentu yang menguntungkan pesilat untuk menyudahi lawan tersebut. Gerakan yang sungsang dapat mengakibatkan cedera akibat gelek, dorongan, kepoh, piuah (pelintir), bantingan atau patahan dari pesilat lain. Prinsip umum silat juga dijelaskan oleh Luke Holloway yang menyatakan bahwa gerakan memukul yang diawali dengan ancang-ancang rileks, santai atau tanpa tegangan akan menghasilkan efek pukulan lebih keras daripada pukulan yang diawali dengan ancang-ancang yang kaku. Efek ini terjadi karena alur dari gerakan alamiah tubuh sendiri.
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Sasaran Silek adalah tempat latihan silat di Minangkabau, sasaran ini mungkin bisa disamakan artinya dengan padepokan atau gelanggang. Tempat latihan ini ada yang sengaja dibuat oleh guru dan para muridnya atau disediakan oleh nagari atau suku atau kadang kala sasaran ini di mana saja, seperti di dapur, di bilik, di gudang dan di tempat yang sepi yang jarang dilewati orang seperti di dangau, di ladang dan di hutan.
Biasanya di suatu perguruan silek memiliki minyak yang digunakan untuk keperluan pengobatan pada kasus terkilir selama latihan dan juga sekaligus simbol dari warisan sah suatu perguruan. Minyak itu diwarisi secara turun temurun dari generasi dahulu kepada generasi penerus. Minyak itu dinamakan minyak silek. Perguruan Silek Salimbado Buah Tarok, salah satu sasaran penerus dari silek asal Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan masih memelihara tradisi Minyak Silek yang diwariskan semenjak ratusan tahun yang lalu dan minyak ini merupakan simbol dari perguruan tersebut. Anak sasian (murid) yang baru masuk akan mengikuti tradisi mandi minyak tersebut. Tradisi yang sama terdapat di Malaysia dan sepertinya mandi minyak ini masih terpelihara dengan baik. Penggunaan minyak di dalam silat atau maenpo juga lazim terjadi di kalangan Silat Cimande, Jawa Barat yang minyaknya dikenal dengan nama Minyak Cimande. Saat ini tidak semua sasaran silek di Minangkabau masih memelihara atau memiliki tradisi mandi minyak.
Pakaian yang digunakan untuk silek adalah pakaian berwarna hitam yang lebih terkenal dengan sebutan endong atau galembong. Hitam ini sendiri memiliki makna tahan tapo (tahan terpaan) dan tentu saja pakaian hitam ini lebih baik digunakan untuk silat dibandingkan dengan pakaian putih yang terlihat cepat kotor. Pakaian silek tradisional pisak-nya sangat rendah sehingga tidak memungkin pelaku silek menyepak terlalu tinggi, tinggi sepakan paling sampai alat vital lawan saja.
Tidak semua perguruan yang menuntut anak sasian atau murid mengenakan pakaian silek. Seorang tuo silek dari Pauh, Kota Padang malah tidak sependapat, dalam hal ini dia mengatakan bahwa silek yang akan dipelajari bukan untuk tarian, melainkan buat membela diri jika diserang musuh, jadi pakaian yang paling bagus dikenakan adalah pakaian yang biasa dipakai sehari-hari. Dan ada satu atribut silek Minang yang tidak boleh ketinggalan, yaitu kabek kapalo atau ikat kepala,menurut tuo-tuo silek Minang kalau basilek tidak memakai ikat kepala maka pada saat berlatih akan diganggu oleh inyiak balang (Harimau),dan memang sering kejadian dalam berlatih silat tidak menggunakan ikat kepala, suka ada kejadian-kejadian aneh dari lingkungan sekitar sasaran silek tersebut seperti atap yang dilempari batu atau pasir, jendela yang dibanting-bantingkan walaupun tidak ada angin, dan hal-hal aneh lainnya. Secara harfiah mungkin memakai ikat kepala sebagai bentuk penghormatan seorang anak sasian kepada yang menciptakan silat itu sendiri, kepada sang guru dan kepada partner latihannya.
Sasaran silek yang baik dan bagus biasanya memiliki senjata yang lengkap serta memiliki benda-benda pusaka yang diwariskan secara turun-temurun. Senjata-senjata yang digunakan dalam silek adalah kurambik (kerambit), Karih (Keris), tumbak lado (tombak cabe), tumbak (tombak), ladiang (lading, golok), sabik (sabit), tungkek (tongkat), dan pisau. Tumbak lado (tombak lada) merupakan senjata asli Minangkabau menurut Draeger.. Pisau sirauik (siraut) ternyata juga digunakan oleh pemain silek langkah tigo . Pisau siraut juga merupakan senjata pada permainan silat Betawi. Wilayah Minangkabau pada kurun waktu 1600-an sangat terkenal dengan pembuatan keris serta perlengkapan perang yang berkualitas bagus. Keris misalnya yang umumnya kita tahu berasal dari Jawa, ternyata juga di produksi di Minangkabau, yang dikatakan sebagai crizes atau keris yang berasal dari Menancabo (Minangkabau).
Pemain Silek pada masa dahulunya juga adalah seniman. Randai dan berbagai tari-tarian adalah turunan dari silek yang merupakan kegiatan seni. Oleh sebab itu sasaran silek juga memiliki perlengkapan musik yang mereka miliki adalah beraneka ragam gandang (gendang), talempong, alat-alat musik tiup seperti saluang, bansi, sarunai, pupuik batang padi, dan tangkolong, malahan juga ada alat musik gesek yang dinamakan rabab (rebab). Di samping alat musik, sebagai komponen dari nagari, mereka juga memiliki perlengkapan untuk upacara adat, seperti pakaian adat dan carano. Tidak semua sasaran silek memiliki inventaris berharga ini sekarang.
Saat sekarang, setelah mendapat pembinaan dari IPSI, tiap sasaran telah memiliki nama sendiri-sendiri, dan memiliki logo sasaran sendiri, namun itu tidak semua, ada juga sasaran yang tidak memiliki nama dan atribut khusus.
Kurikulum di dalam silek Minangkabau itu terdiri dari
Melangkah adalah pelajaran dasar dalam silek. Ada beberapa gerakan dasar yang akan diajarkan, yakni
Salah satu Tuo Silek dari Pauah, Padang pernah ditemui suatu langkah yang agak berbeda dengan langkah dari pemain silek lain, yaitu, Tuo Silek ini mengajarkan bermain dengan langkah bajinjek (agak berjinjit) seperti kucing mengincar mangsanya dan memiliki langkah anak (langkah anak). Langkah anak ini adalah langkah kecil yang dilakukan sebelum melangkah seperti langkah silat biasa. Langkah anak ini dibuat dengan tujuan untuk mengokohkan posisi baik dalam menyerang ataupun menyambut atau bertahan dari serangan lawan. Mungkin guru silek lain menggunakan dua cara melangkah ini, tetapi mereka tidak menekankan teknik dua cara melangkah ini kepada muridnya.
Adapun formasi dalam tahap ini adalah
Kebanyakan murid tidak memahami arti pelajaran ini, sehingga mereka bosan, karena sudah berbulan belajar mereka merasa kok pelajarannya dari itu ke itu juga. Teknik melangkah yang baik dan benar ini benar-benar penting bagi pemula. Jika melangkah ini sudah mahir, maka akan mudah maambiak buah (mengambil buah) atau mempelajari gerakan-gerakan praktis dalam bersilat, karena buah itu baru bagus digunakan jika langkah sudah pas dan benar.
Ada bermacam cara berdiri di dalam silat, ada yang tinggi seperti berdiri, rendah seperti orang membungkuk dan ada sangat rendah. Posisi sangat rendah ini biasanya dipakai pada silat Harimau.
Meskipun tidak berlaku pada semua sasaran silek, pada tahap ini beberapa murid diajarkan beberapa kato atau manto (mantra), contohnya
Tidak semua sasaran silek mengajarkan mantra. Ada sasaran silek yang menggunakan doa dalam bahasa Arab yang dikutip dari ayat Alquran atau doa-doa yang biasa dibaca oleh Nabi Muhammad SAW.
Pelajaran maambiak buah (mengambil buah) merupakan pengembangan dari prinsip langkah tersebut. Dapat dikatakan, kunci dan salah satu ciri-ciri dari silek di Minangkabau terletak dari gelek jo langkah (gelek dan langkah), dan mereka berusaha konsisten dengan aturan langkah ini. Namun sayang, pada tahap inilah murid-murid biasanya sudah berhenti karena bosan, atau jika mereka terus ke tahap dua tanpa menguasai dengan baik prinsip langkah, hasilnya adalah murid ini tidak bisa main dengan baik dan biasanya di dalam bahasa Minangkabau dikatakan "langkahnyo indak bulek atau langkahnyo baserak-serak" (langkahnya tidak utuh alias berserakan).
Maambiak buah ini berkaitan dengan pelajaran tentang teknik-teknik praktis di dalam bersilat atau buah silat, seperti tangkok (menangkap), ilak (mengelak), mangguntiang (gerakan menggunting) piuah (piuh atau pilin), mamatah (mematahkan peresendian), manyapu (sapuan), doroang (dorongan), enjo/egang/jujuik (tarik, menarik lawan dengan tangan), mangabek/mengunci (teknik kuncian), sudu (tusukan), daga (pukulan dengan bantalan telapak tangan biasanya untuk menyerang daerah rahang), dan bahkan memakai goyangan pinggul untuk melemahkan posisi tubuh lawan. Sadonyo anggoto tubuah iduik (semua anggota tubuh harus hidup dan bisa dimanfaatkan) dan juga dima tumbuh disitu disiang (posisi bagaimanapun harus bisa digunakan semaksimal mungkin untuk bertahan dan menyerang) begitu kata guru. Pada pelajaran maambiak buah, murid dituntun menggunakan nalar dan logikanya sembari mempelajari sifat-sifat fisik dari tubuh manusia dan di mana titik lemah dari tubuh itu sendiri, misalnya kalau didorong ke depan, maka lawan tidak jatuh, tetapi kalau didorong ke belakang, lawan jatuh. Biasanya sasaran serangan silek itu adalah alat vital atau kelamin, rahang, mata, leher, tulang gagak, dan ulu hati. Untuk patah mematah, targetnya adalah siku-siku tangan, jari, siku-siku kaki. Untuk piuh (pilin) targetnya adalah pergelangan tangan dan kaki. Dalam gerakan biasanya dilakukan kombinasi seperti dipiuh (pilin) dahulu baru kemudian dipatahkan. Alat vital memang sering menjadi sasaran empuk silek, oleh sebab itu pada awal belajar si murid diingatkan untuk menjaga posisi sedemikian rupa agar alat vitalnya terlindungi dengan baik. Tidak ada satu metodepun sampai saat ini yang membuat alat vital tahan dari pukulan kecuali yang diyakini belajar ilmu magis, sedangkan untuk hulu hati, orang yang sering latihan kebugaran dan otot perut biasanya ulu hati mereka lebih tahan terhadap pukulan.
Secara ringkas pelajaran yang bakal diperoleh oleh murid pada tahap ini adalah teknik mempergunakan kaki, tangan dan anggota tubuh lainnya, seperti yang diuraikan di bawah ini
Tujuan dari silek adalah mempertahankan diri dari serangan musuh seperti yang dikatakan oleh tuo silek, jadi sebagian teknik-teknik yang dipelajari tidak boleh digunakan di dalam pertandingan silat, karena berbahaya dan mencelakakan lawan tanding.
Pada tahap ini muridpun diberi semacam doa atau kato atau manto (mantra) oleh guru, misalnya mantra yang dipakai untuk menyambut atau untuk menyerang lawan, bisa juga mantra untuk membuat tubuh kita kelihatan lebih besar dan tinggi, sehingga lawan merasa takut dan sebagainya. Tiap sasaran silek punya manto atau doa tersendiri. Ada sasaran silek yang hanya memakai doa yang diambil dari kutipan ayat Alquran, namun kebanyakan mantra berisi campuran antara doa dalam bahasa Arab dan Minangkabau. Campuran mantra antara bahasa Minang dan bahasa Arab menandakan pengaruh Islam di dalam silat di Minangkabau.
Bagian maambiak isi (mengambil isi) atau dikatakan juga maambiak inti (mengambil inti) adalah bagian yang paling sensitif untuk dibicarakan bahkan oleh sesama pesilat dari beda sasaran silek. Pada sesi ini murid tidak belajar bermain silat secara fisik, tetapi lebih kepada menanamkan suatu pemahaman atau konsep.
Istilah biliak dalam digunakan untuk menyatakan tempat belajar khusus tentang materi maambiak isi. Kata bilik dalam mengandung pengertian bahwa antara guru dan murid ada tempat dan atau saat khusus, meskipun tidak selalu di dalam bilik atau kamar atau ruangan khusus, malahan pada zaman dahulunya guru mengundang murid datang ke dangaunya di ladang atau di sawah pada saat-saat tertentu, bisa juga siang atau malam hari. Biliak dalam bisa juga diartikan sebagai tempat biasa latihan silat atau sasaran silek, namun hanya mereka yang akan diberi pelajaran ini yang diminta datang.
Materi atau kaji yang diajarkan oleh tuo silek antara satu sasaran silek dengan sasaran silek lain boleh jadi ada kesamaan materinya, namun juga terdapat perbedaan pendapat yang malahan tajam. Oleh karena itu, dalam tahap tertentu, membahas materi yang diberikan guru dengan murid dari sasaran silek lain sangatlah tabu untuk dibicarakan. Jadi jika tidak paham akan sesuatu, sebaiknya dipecahkan dulu sendiri, kemudian ditanyakan langsung ke guru atau ke orang yang telah dipercayakan oleh guru untuk memberikan penjelasan.
Salah satu dari materi pengajian ini adalah mangaji asa (mempelajari asal usul). Kita harus mengetahui asal usul diri. Dalam salah satu sasaran mengatakan bahwa manusia berasal dari Nur yang dipancarkan dari cahaya ilahiyah, oleh sebab itu posisi manusia sangat tinggi dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia yang diisi dengan Nur ini akan menjadi khalifah (berkuasa, pemimpin) di muka bumi dan dapat menundukkan sekalian isi alam. Semua unsur-unsur lain takluk di bawah Nur tadi. Orang yang berbuat keonaran dan kejahatan menandakan unsur di dalam dirinya dipengaruhi kekuatan dari syaitan yang berasal dari api. Api bersifat negatif atau takluk di bawah kekuatan cahaya ilahiyah (nur). Para pesilat meyakini berbuat kebenaran akan mendapat kekuatan dari sang Pencipta. Benda tajam dari logam disebut sebagai sesuatu yang berasal dari air. Sekali lagi, air tidak akan memberikan pengaruh buruk terhadap manusia, jadi benda tajam itu tidak akan memberikan pengaruh buruk kepada diri pesilat. Di dalam pengajian ini, segala sesuatu yang datang kepada pesilat, maka dia berupaya mangumbalikan ka asa (mengembalikan sesuatu ke asal kejadiannya) semua serangan yang datang kepada dirinya. Beginilah bunyi salah satu mantra agar tidak celaka jika terkena senjata tajam.. Hai sakalian basi, aku tahu asa engkau jadi, aia putiah rabbul alamin asa engkau jadi, kembalilah engkau ke asa engkau, aku kembali ke asa aku, Nur Allah asa aku jadi (Hai sekalian besi, aku tahu asal engkau jadi, air putih rabbul `alamin asal engkau jadi, kembalilah engkau ke asal engkau, aku kembali ke asal aku, dari Nur Allah asal aku jadi).
Istilah basi karasani (Besi Kersani) sering muncul di dalam materi kajian bilik dalam. Basi karasani di dalam kaji isi dianggap sebagai unsur inti besi pada manusia yang memiliki kekuatan yang luar biasa. Di dalam manto (mantra) diucapkan begini ".... mandanciang basi karasani di dalam batang tubuah aku dek aku mangatahui.." (berdenging besi kersani di dalam batang tubuh aku karena aku mengetahui). Membangkit basi karasani ini juga termasuk materi yang diberikan buat pesilat yang berminat. Efek dari bangkitnya basi karasani ini adalah tubuh menjadi kuat dan tahan dari berbagai serangan lawan.
Ada banyak lagi aspek-aspek dari sesi ini yang sampai saat sekarang di Minangkabau masuk ke dalam wilayah sangat sensitif untuk dibuka untuk publik. Di dalam pandangan beberapa guru silat, bahwa mereka yang membicarakan kajian ini di depan publik hampir sama dengan perbuatan membuka aurat kepada yang bukan muhrim.
Materi maambiak isi bisa saja tidak diberikan kepada murid, jika si murid hanya menyukai gerakan fisik saja untuk olahraga atau beladiri. Adakalanya si murid tidak berminat mengambil materi ini karena tidak ingin terlalu dalam berfilosofis atau tidak ingin salah cerna pengetahuan yang diberikan guru yang disebut sebagai tabaliak kaji. Meskipun sangat jarang terjadi, tabaliak kaji bisa berakibat fatal bagi perkembangan psikis murid karena bisa menyebabkan gila. Guru silek adakalanya enggan memberikan materi ini kepada murid dengan alasan belum cukup umur atau akibat perilaku kurang baik yang diperlihatkan oleh murid selama dalam asuhan guru silek.
Secara tradisional guru melihat tingkatan murid dari kemampuan mereka mempergunakan gerakan-gerakan dasar silat seperti pada point 2. Guru akan melihat bagaimana keahlian murid mempergunakan keahlian itu untuk manyambuik (menyambut) serangan, mambaleh (menyerang), mangunci (mengunci) atau malapehkan kuncian/kabek (melepaskan kuncian) lawan tandingnya. Gerakan dasar akan diterima oleh setiap murid, namun pada tingkat lanjutan, siapa yang pintar mempergunakan nalarnya dalam bersilat maka dia akan bisa menggunakan gerakan-gerakan dasar silat dengan tepat dan benar.
Kemahiran bersilat bisa diukur dengan kemampuan murid di tempat-tempat sebagai berikut:
Sebagian para Tuo Silek mempercayai bahwa silek ini dahulunya milik inyiak balang (harimau), setiap kali silek ini diadakan jika memakai gerakan harimau, konon harimau itu akan datang menyaksikan sendiri silat itu, dan bahkan harimau itu bisa bergabung dengan pemain silat. Untuk menghindari itu, silek dilakukan di tempat yang tertutup jika dilakukan di malam hari. Ujian terakhir dilakukan dengan bermain silat langsung dengan inyiak balang (harimau). Tapi keyakinan ini tidak dianut oleh semua guru. Ada juga sasaran yang mengajarkan silek biasa dan silek harimau untuk tingkat lanjutan, setelah selesai dengan silek biasa yang dilakukan pada malam hari, mereka akan mengambil langkah silek harimau pada siang hari, bukan malam hari
Sistem sabuk diperkenalkan pada sasaran silek setelah adanya bimbingan dari Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) kepada guru silat tradisional. Maka semenjak itu dikenal adanya istilah sabuk. Warna dari sabuk itu sendiri seperti sabuk putih, biru, hijau sampai hitam, diberikan berdasarkan kemahiran murid pada level tertentu. Silek tradisional tidak mengenal istilah sabuk. Mereka mengukur murid berdasarkan kemahiran murid di dalam latihan seperti yang disebutkan di atas. Murid yang mahir akan menjadi tangan kanan guru untuk mengajar murid-murid pada tingkat pemula.
Umumnya sasaran silek itu memiliki istilah tamat belajar, kecuali seperti yang dikatakan oleh salah satu Tuo Silek dari Pauah, Padang. Pada masa tamat belajar biasanya guru memberikan sesuatu kepada muridnya tergantung kepada sasaran itu sendiri, ada yang memberikan semacam mantra penutup, ada pula keputusan kaji silek itu hanya berupa beberapa kata kunci atau bahkan cuma nasihat saja dari guru.
Ada sasaran silek yang melakukan badah ayam (bedah ayam). Ayam dipotong seperti biasa, kemudian ayam tersebut diperiksa jantungnya dan ditunjuk satu titik tertentu di ujung jantung, kalau mau melepaskan gayuang kata sang guru, tembaklah ujung jantung ini pada lawan. Dan untuk melepaskan gayuang itu, si murid diberi kato atau manto (mantra). Gayuang (gayung) adalah kemampuan untuk merusak jantung atau bagian dalam tubuh orang lain dengan menggunakan kekuatan batin. Gayuang ini hanya boleh dipakai ketika sudah tidak ada pilihan lagi dalam upaya mempertahankan hidup. Gayuang ini bisa berakibat fatal bagi lawan jika tidak segera diobati. Biasanya pamunah gayuang (pemusnah gayung) diberikan kepada murid yang berguna untuk menghilangkan efek dari gayuang tersebut jika lawan sudah minta ampun dan menyerah.
Namun hal yang pasti dari seseorang mendapatkan kato kaputusan (kata putus atau tamat) ini adalah dia bisa mengajar orang lain dan membuka sasaran silek lain di bawah restu guru, artinya dia dianggap resmi sebagai guru baru dan memiliki wewenang mengajarkan ilmu yang sama dalam jalur waris yang sah.l
[1] Diarsipkan 2022-11-28 di Wayback Machine.
This article uses material from the Wikipedia Bahasa Indonesia article Silek, which is released under the Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0 license ("CC BY-SA 3.0"); additional terms may apply (view authors). Konten tersedia di bawah CC BY-SA 4.0 kecuali dinyatakan lain. Images, videos and audio are available under their respective licenses.
®Wikipedia is a registered trademark of the Wiki Foundation, Inc. Wiki Bahasa Indonesia (DUHOCTRUNGQUOC.VN) is an independent company and has no affiliation with Wiki Foundation.